bagaimana pemanfaatan kulit dibidang pangan dan dalam bidang industri
Padadasarnya, bioteknologi merupakan pemanfaatan organisme hidup atau perekayasaan proses biologi dari suatu agen biologi untuk menghasilkan produk dan jasa yang dapat bermanfaat bagi manusia. Dimana, bioteknologi dikembangkan untuk meningkatkan nilai tambah dari bahan baku terutama di bidang pangan seperti kedelai, tepung terigu, gula, dan
Jakarta Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Bambang Brodjonegoro mengungkapkan pemanfaatan teknologi nuklir untuk sektor pangan.Menurut dia, pemanfaatan teknologi untuk sektor pangan adalah suatu keharusan di tengah tantangan yang ada. Dirinya bercerita saat berkunjung ke Batan, banyak inovasi teknologi di bidang pangan yang sudah dijalankan. Bahkan salah
TranslatePDF. PENERAPAN KOMPUTER DI BIDANG PERTANIAN Oleh : Rega Rukmana A2.1600122@ TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER SUMEDANG Jl. Angkrek Situ No. 19, Sumedang, 45323 P enerapan Teknologi Informasi Komputer Dalam Teknologi Pertanian Dalam menghadapi era globalisasi, sudah sepantasnya mahasiswa calon
Padatahun 1864, James Clark Maxwell mengajukan gagasan tentang adanya hubungan timbal balik antara medan listrik dan medan magnet meskipun tanpa adanya penghantar. Kemudian Heinrich Hertz menguji hipotesa Maxwell ini pada tahun 1877. Dalam percobaan-percobaan yang dilakukannya, Hertz berhasil mengukur bahwa radiasi gelombang gelombang elektromagnetik frekuensi radio yang dibangkitkan memiliki
Kitasudah akrab dengan Ilmu Ekonomi, Ekonomi Pertanian, dan. Saya kerja sebagai peneliti sosial ekonomi pertanian sudah lebih 25 tahun, dan muslim; merasa tertantang untuk mewujudkan kira-kira seperti apa jadinya SOSIAL EKONOMI PERTANIAN ISLAM. Kita sudah akrab dengan Ilmu Ekonomi, Ekonomi Pertanian, dan
https://groups.google.com/g/nunutv/c/SjNBMRjFwqQ. ISSN 2477-3298 Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet dan Plastik ke-7 Yogyakarta, 29 Agustus 2018Pemanfaatan Limbah Turunan Industri Penyamakan Kulit sebagai Upaya untuk Meminimalisir Dampak Pencemaran Lingkungan 1 1 SugihartonoBalai Besar Kulit, Karet dan Plastik, Jl. Sokonandi No. 9 Yogyakarta 5516*Penulis korespondensi. Telp. 0274512929-563939 Fax. 0274 563655 E-mail ABSTRAK Limbah kulit pada industri penyamakan kulit yang diturunkan sebelum penyamakan berupa trimming, fleshing, dan splitting. Limbah yang diturunkan setelah penyamakan berupa splitting, shaving, dan buffing dust. Sedangkan limbah yang diturunkan pada pewarnaan dan finishing hanya berupa trimming. Limbah kulit yang diturunkan sebelum penyamakan berjumlah cukup besar, dapat diproses menjadi tallow dan gelatin, merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikrobia. Apabila tidak segera ditangani dapat menimbulkan pencemaran. Namun demikian sampai dengan saat ini belum direspon oleh industri untuk pemanfaatannya. Tidak menunda-nunda waktu pengolahan kulit limbah yang diturunkan sebelum penyamakan menjadi tallow dan gelatin atau kerupuk akan dapat mengurangi, menekan dan meminimalisir terjadinya pencemaran terutama bau busuk yang sangat menyengat. Kata kunci kulit limbah, penyamakan, pencemaran, pemanfaatan limbah Pemanfaatan Limbah Turunan Industri Penyamakan Kulit sebagai Upaya ISSN 2477-3298 Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-7 Yogyakarta, 29 Agustus 2018 Utilization of Industrial Leather Tannery Waste to Minimize the Effects of Pollution 1 1 SugihartonoBalai Besar Kulit, Karet dan Plastik, Jl. Sokonandi No. 9 Yogyakarta 55166*Coresponding author. Telp. 0274 512929 - 563939 Fax. 0274 563655 E-mail ABSTRACT Leather waste in the tanning industry which generated before tanning is trimming, fleshing, and splitting. Waste that is generated after tanning is in the form of splitting, shaving and buffing dust. While the waste which is generated in the coloring and finishing is only in the form of trimming. The large amount of skin waste that is passed down before tanning, can be processed into tallow and gelatin, is a good medium for microbial growth. If not handled immediately can cause pollution. However, until now the industry has not responded to their use. Not delaying the processing of waste skin which is generated before tanning to tallow and gelatin or crackers will reduce, suppress and minimize the incidence of environmental pollution, particularly the very pungent odor. Keywords composites, wall panels, polypropylene, cocofiber, sludge Pemanfaatan Limbah Turunan Industri Penyamakan Kulit sebagai Upaya ISSN 2477-3298 Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet dan Plastik ke-7 Yogyakarta, 29 Agustus 2018 PENDAHULUAN Industri penyamakan kulit IPK merupakan salah satu industri yang menurunkan limbah dalam jumlah yang cukup besar, yaitu dalam bentuk padat, cair dan gas. Limbah tersebut berasal dari bahan baku yang diproses kulit, bahan untuk proses, dan air. Limbah dari kulit berupa bulu, sisa-sisa daging dan potongan-potongan kulit, sedangkan limbah dari bahan proses berupa garam, kapur dan bahan kimia lainnnya. Limbah yang diturunkan tersebut apabila tidak ditangani dengan tepat, cepat dan baik akan dapat mencemari lingkungan Prayitno, 2009. Pencemaran dari kegiatan IPK dapat melalui berbagai media seperti udara, tanah dan air Sugihartono, 2013. Dampak yang ditimbulkan dari cemaran tersebut pada umumnya dapat mengganggu semua kehidupan seperti manusia, binatang, biota air, dan tumbuhan. Sebagian besar kulit disamak menggunakan bahan penyamak krom, kromium yang digunakan untuk proses penyamakan biasanya berupa senyawa krom sulfat. Krom sulfat merupakan krom trivalen, bersifat kurang beracun apabila dibandingkan dengan krom heksavalen. Pada kondisi tertentu krom trivalen dapat teroksidasi menjadi krom heksavalen Fuck, et al., 2011, Vaskova, et al., 2013. Seperti telah diketahui bahwa penginduksi umum alergi kontak dermatitis adalah kromium. Krom yang paling berbahaya apabila terpapar pada kulit yang sensitif dan iritan adalah yang dalam bentuk ion heksavalen Buter & Biedermann, 2017. Paparan kromium tersebut dapat menyebabkan dermatitis, ulserasi dan kepekaan kulit Saha, et al., 2011. Kandungan utama kulit segar adalah protein dan air, komponen lainnya dalam jumlah sedikit terdiri atas karbohidrat, lemak dan mineral. Kandungan kulit tersebut merupakan media yang sangat cocok untuk pertumbuhan mikrobia pembusuk seperti Bacillus sp, Staphylococcus sp., dan Micrococcus sp. Covington, 2009. Mikrobia tersebut merombak protein pada kulit segar maupun kulit garam menjadi senyawa sederhana yang mudah menguap dan nitrogen terlarut. Hasil perombakan protein antara lain amonia, indol, skatol, merkaptan dan H 2 S. Senyawa-senyawa tersebut menyebar di udara, kemudian menjadikan udara berbau tidak sedap, busuk, dan sangat menyengat di indra penciuman. Pembangunan pusat-pusat lingkungan industri penyamakan/pengolahan kulit antara lain bertujuan untuk memberikan kemudahan pelaku industri dalam melakukan kegiatannya dan mendorong dilaksanakannya proses produksi di kawasan industri. Dismaping itu juga untuk mempercepat pertumbuhan industri di suatu daerah, dan meningkatkan upaya pembangunan industri yang berwawasan lingkungan. Dengan demikian akan diperoleh beberapa keuntungan, diantaranya adalah peningkatan efisiensi penggunaan peralatan dan mesin-mesin produksi, mempermudah mendapatkan bahan-bahan untuk proses produksi, mempermudah dalam Pemanfaatan Limbah Turunan Industri Penyamakan Kulit sebagai Upaya ISSN 2477-3298 Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-7 Yogyakarta, 29 Agustus 2018 pengendalian dan penanganan limbah, serta berbagai upaya untuk meminimalisir, menekan dan melokalisir terjadinya pencemaran lingkungan akibat kegiatan industri. Pembangunan lingkungan IPK ternyata belum sepenuhnya berhasil dalam hal pengendalian dan penanganan limbah. Sebagai contoh masih terdapatnya keluhan warga yang bermukim disekitar lingkungan industri kulit di Magetan yang mengeluhkan pencemaran yang ditimbulkan oleh kegiatan industri tersebut. Warga mengeluh mencium bau yang tidak sedap dan sangat menyengat yang menyebabkan ketidak-nyamanan lingkungan, dan sumber airnya tercemar yang menyebabkan penyakit kulit seperti gatal-gatal di kulit akibat kontak/menggunakan air dari sumber tersebut. Keluhan warga tersebut menimbulkan wacana penutupan lingkungan industri kecil-IPK oleh Unit Pelayanan Terpadu- Lingkungan Industri Kulit UPT-LIK Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur Puspita, 2012; Dewi, 2013. Pada makalah ini disajikan informasi tentang tinjauan dari beberapa alternatif dalam penanganan dan pemanfaatan yang mungkin dapat dilakukan dalam rangka pendayagunaan kulit limbah turunan IPK menjadi produk yang berguna. Dimaksudkan sebagai upaya untuk menekan dampak lingkungan dan biaya cemaran, serta ditujukan untuk penyebar-luasan informasi kepada khalayak yang memerlukan dan menggeluti pemanfaatan kulit limbah menjadi produk yang berguna. Sekilas tentang proses penyamakan kulit Proses penyamakan kulit mentah dibagi menjadi 3 tiga tahapan proses utama. Tahap pertama adalah proses pengerjaan basah beam house, tahap kedua adalah proses penyamakan tanning, dan tahap ketiga adalah proses penyelesaian akhir/finishing Badan Pengendalian Dampak Lingkungan, 1996; Zaenab, 2008; & Elfrida, 2012. Proses pengerjaan basah atau sering disebut proses pra-penyamakan terdiri atas beberapa tahapan yaitu sortasi, perendaman, pengapuran dan buang bulu, buang daging fleshing, pembelahan splitting, pencucian, buang kapur deliming, pengikisan protein bating, penghilangan lemak khusus untuk kulit domba, dan pengasaman pickling. Proses penyamakan tanning dapat dilakukan dengan bahan penyamak krom atau nabati. Menurut Li, et al. 2013 bahwa lebih dari 80% kulit di dunia disamak menggunakan krom. Keadaan ini karena kulit samak krom memiliki sifat yang lebih unggul apabila dibandingkan dengan kulit samak nabati yaitu dalam hal kelembutan, kelemasan, kekuatan tarik, kemudahan untuk diproses selanjutnya, dan suhu kerut. Pemanfaatan Limbah Turunan Industri Penyamakan Kulit sebagai Upaya ISSN 2477-3298 Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet dan Plastik ke-7 Yogyakarta, 29 Agustus 2018 Proses penyelesaian akhir atau proses paska penyamakan terdiri atas beberapa tahapan antara lain penyerutan shaving, netralisasi, penyamakan ulang re-tanning, pengecatan dasar, peminyakan dan finishing. Finishing terdiri atas pengeringan kulit, perenggangan staking, pengecatan tutup dan plating serta embosing Prayitno, 2017. Pada setiap tahapan proses tersebut diturunkan limbah yang dapat terdiri atas limbah padat, cair dan gas, dengan volume yang tergolong cukup besar. Sebagai contoh, pada setiap penyamakan kulit mentah basah yang diawetkan dengan garam 3 seberat 1 satu ton, digunakan bahan kimia seberat 452 kg dan air sebanyak ± 40 m . Dari penyamakan tersebut hanya dihasilkan kulit samak sebesar ± 255 kg, sisanya berupa limbah yang 3 terdiri atas bahan kimia ± 380 kg, air ± 40 m , dan kulit limbah ± 680 kg. Kulit limbah yang diturunkan terdiri atas kulit limbah turunan dari proses pra-penyamakan dan kulit limbah turunan sesudah proses penyamakan dengan jumlah masing-masing seberat ± 350 kg dan ± 330 kg Paul, et al., 2013. Menurut FAO 1996 setiap penyamakan kulit sebanyak 1 satu ton akan diturunkan limbah padat sebanyak 450 - 600 kg, yang terdiri atas kulit limbah yang berupa fleshing, trimming, buffing dust dan wet blue split. Setengah dari volume limbah tersebut pada keadaan kering mengandung krom kurang lebih sebesar 3%. Limbah yang diturunkan dari kulit sebelum dan setelah proses penyamakan ternyata cukup besar, sehingga perlu mendapatkan penangan secara serius dan khusus oleh IPK agar tidak menimbulkan pencemaran. Apabila limbah tersebut tidak segera ditangani, dipastikan akan menimbulkan masalah terhadap lingkungan di sekitarnya. Penggolongan limbah turunan dari penyamakan kulit Limbah yang diturunkan dari kulit pada industri penyamakan kulit berasal dari setiap tahapan proses dapat diklasifikasikan kedalam 3 tiga kelompok Ozgunay, et al., 2007 sebagai berikut pertama limbah yang diturunkan dari kulit yang belum disamak, berupa trimming dan fleshing. Kedua limbah yang diturunkan dari kulit yang telah disamak, berupa shaving dan buffing dust. Ketiga limbah yang diturunkan dari pewarnaan dan finishing, berupa trimming. Sedangkan IUE-2 2008 mengelompokkan limbah padat yang diturunkan dari penyamakan kulit menjadi 5 lima kelompok sebagai berikut a. Trimming green and limed merupakan kulit limbah hasil samping dari proses perapian trimming kulit segar dan proses pengapuran sebelum disamak. Pemanfaatan Limbah Turunan Industri Penyamakan Kulit sebagai Upaya ISSN 2477-3298 Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-7 Yogyakarta, 29 Agustus 2018 b. Limed splits merupakan kulit limbah hasil samping dari pembelahan splitting kulit pada proses pengapuran. c. White splitting merupakan kulit limbah hasil samping dari proses pembelahan splitting kulit yang disamak menggunakan bahan penyamak nabati. d. White shaving merupakan kulit limbah hasil samping dari proses shaving pengetaman kulit yang disamak menggunakan bahan penyamak ramah lingkungan antara lain aldehid, bahan samak nabati, dan syntan. e. Blue splits dan shavings merupakan kulit limbah hasil samping dari proses splitting pembelahan dan shavings pengetaman kulit yang disamak menggunakan bahan penyamak kimia krom. Limbah yang berupa white splitting, white shaving dan Blue splits serta shavings merupakan limbah yang diturunkan dari kulit yang telah disamak, namun untuk keperluan pengolahan terutama yang berkaitan untuk pangan penggolongannya dibedakan. Komponen kimia penyusun kulit limbah Komponen utama penyusun kulit limbah dapat dikatakan mirip atau sama dengan kulit asalnya kecuali kulit limbah yang diturunkan setelah penyamakan. Menurut Prayitno 2017 komponen penyusun kulit mentah segar terdiri atas air 60 - 70%, protein 25 - 35%, lemak 2,5 - 3,0%, karbohidrat < 2%, dan garam mineral 0,3– 0,5%. Air yang terkandung dalam kulit mentah merupakan komponen yang terbesar pada kulit, berpengaruh dan menentukan sifat fisik serta keawetan kulit. Protein merupakan komponen yang terbesar kedua setelah air, terdapat dalam dua jenis, yaituglobular dan fibrous. Protein globular terdiri atas globulin, albumin, dan musin, bersifat larut dalam larutan natrium klorida Suhenry, et al. 2015. Protein fibrous terdiri atas keratin, elastin, dan kolagen, bersifat tidak larut dalam pelarut organik maupun air. Kolagen pada kulit terdapat dalam jumlah yang cukup besar yaitu ± 70% dari bobot kering kulit, merupakan protein struktural yang utama pada kulit. Komponen asam lemak penyusun lemak/minyak binatang terdiri atas asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Komponen asam lemak tidak jenuh yang dominan terdiri atas asam palmitat dan stearat, sedangkan yang tidak jenuh terdiri atas oleat palmitoleat dan linoleat White, et al. 1964 . Pemanfaatan Limbah Turunan Industri Penyamakan Kulit sebagai Upaya ISSN 2477-3298 Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet dan Plastik ke-7 Yogyakarta, 29 Agustus 2018 Karbohidrat pada kulit segar berada dalam jumlah kecil, bisanya berupa glikogen, gula, gula- amino, mukopolisakarida dan lainnya. Mineral pada kulit segar juga berada dalam jumlah sedikit, merupakan garam senyawa kalium, kalsium, magnesium dan natrium yang membentuk garam dengan fosfat, karbonat, klorida, atau sulfat. Komponen kulit segar merupakan media yang sangat baik dan cocok untuk tumbuh dan berkembangbiaknya mikroorganisme pembusuk dan perusak. Mikroorganisme pembusuk akan merobak protein yang terdapat pada kulit menjadi unsur yang lebih kecil, seperti alkohol, gas dan komponen-komponen bau. Perombakan kulit oleh aktivitas mikroorganisme akan menimbulkan bau busuk yang sangat menyengat. Oleh karena itu apabila tidak ditangani dengan cepat dan tepat dapat mencemari lingkungan. Kolagen terdiri atas berbagai jenis asam amino, biasanya perulangan dari glisin, prolin, dan hidroksiprolin “-gly-pro-hypro-gly-“. Gugus pada kolagen yang berperan dalam proses penyamakankulit adalah COOH dan -NH 2 . Pada titik isoelektrik gugus COOH dan -NH 2 berubah menjadi COO dan gugus amina -NH 3 . Gugus COO dan gugus amina -NH 3 akan berikatan dengan bahan penyamak bahan penyamak mineral, sintetis, dan nabati. Terikatnya gugus gugus tersebut menjadikan kulit samak awet dan tahan terhadap kerusakan mikroorganisme. Keadaan inilah yang membuat limbah turunan kulit samak tidak berbau busuk pada penyimpanan di dalam Krom trivalen Cr sebagai bahan penyamak berikatan-silang crosslinking dengan serat kolagen kulit, sehingga menghasilkan kulit samak yang memenuhi kualitas sesuai dengan yang3 dikehendaki. Krom trivalen Cr dalam jumlah sedikit pada kulit samak, dalam kondisi tertentu+6 dapat dioksidasi menjadi krom heksavalen Cr yang sangat toxic dan bersifat karsinogen Vaskova, et al., 2013. Limbah turunan kulit samak krom digolongkan ke dalam limbah yang berbahaya karena mengandung kromium Andrioli & Gutterres, 2015. Di Indonesia limbah kulit samak krom dikatagorikan kedalam bahan berbahaya dan beracun B3. Komponen kimia penyusun limbah turunan kulit samak berbeda dengan komponen kimia penyusun limbah turunan kulit segar. Komponen kimia kulit limbah yang berupa shaving adalah sebagai berikut air 37,82%; protein 52,45%; lemak 0,58%; dan krom 3,74% Sutyasmi, 2012. Kandungan air dan lemak limbah turunan kulit samak lebih rendah dari pada kadar air limbah turunan kulit segar. Kandungan protein limbah turunan kulit samak lebih tinggi dari pada kandungan protein limbah turunan kulit segar, dan kurang lebih sama dengan yang terdapat pada kulit pikel, yaitu sama-sama tidak mengandung protein globular dan hanya mengandung proteinfibrous atau kolagen, karena protein globular telah dikeluarkan atau dihilangkan pada tahap sebelumnya. Disamping itu didalam limbah turunan kulit samak mengandung bahan penyamak, seperti krom apabila penyamakan menggunakan krom. Pemanfaatan Limbah Turunan Industri Penyamakan Kulit sebagai Upaya ISSN 2477-3298 Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-7 Yogyakarta, 29 Agustus 2018 Pemanfaatan Limbah Turunan Industri Penyamakan Kulit sebagai Upaya Pemanfaatan limbah turunan dari kulit Limbah padat turunan IPK dapat dimanfaatkan untuk bahan bukan pangan dan sebagian dapat digunakan sebagai bahan pangan. Pemanfaatan sebagai bahan pangan antara lain untuk kerupuk, gelatin dan minyak. Limbah padat yang dapat digunakan sebagai bahan pangan dibatasi hanya yang berasal dari turunan dari kulit pada proses pra-penyamakan, yaitu trimming green and limed, lime splits dan fleshing IUE-2, 2008. Disamping itu lime splits juga dapat digunakan untuk makanan binatang piaraan dog chews, menurut informasi dari industri limbah tersebut juga telah digunakan untuk campuran pakan ayam unggas dan ikan. Pemanfaatan yang bukan untuk bahan pangan antara lain untuk gelatin teknis fotografi, farmasi, perekat, pupuk, hidrolisat kolagen, kompos, pupuk, gelatable protein, produksi sodium chromate, bahan bangunan, pembuatan batu-bata brick, insulator, batako conblock, pembuatan papan kulit leather board, sol sepatu dan kertas seni serta barang kerajinan lainnya. Secara ringkas kesesuaian pemantataan limbah turunan kulit yang disarikan dari rekomendasiIUE-2 2008, hasil penelitian Cabeza, et al., 1998, Nawaz, et al., 2010, dan Sutyasmi 2012, serta beberapa peneliti disajikan pada Tabel 1 berikut Tabel 1. Pemanfaatan limbah turunan industri penyamakan kulit. No Jenis limbah Dapat dimanfaatkan untuk produk 1 pangan perekat tallow sabun, fatliquor, dll brick gelatin pangan dan teknis perekat pupuk kerupuk kompos makanan binatang piaraan aditif kolagen brick, conblock, leather board gelatin untuk pangan dibatasi insulator kompos kertas seni pupuk sol sepatu 3 Trimming green and limed dan fleshing Limed splits White splitings Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet dan Plastik ke-7 ISSN 2477-3298 Yogyakarta, 29 Agustus 2018 Pemanfaatan Limbah Turunan Industri Penyamakan Kulit sebagai Upaya 4aditif pakan ternak binder brick, conblock. leather board gelatin hidrolisat kolagen/gelatable gelatin insulator pupuk sol sepatu kertas seni aditif pakan ternak binder brick, conblock. leather board gelatin teknis hidrolisat kolagen/gelatable protein insulator kertas seni perekat pupuk sodium kromat sol sepatu5 White shavings Blue splits, shavings, and dust Tidak semua kulit limbah IPK cocok dan sesuai untuk bahan pangan, hanya kulit limbah yang diturunkan pada tahap pra-penyamakan saja yang diperbolehkan untuk di proses menjadi bahan pangan. Namun demikian kulit limbah turunan kulit yang disamak nabati juga diperbolehkan untuk bahan pangan, akan tetapi penggunaannya dibatasi IUE-2, 2008. Pada prinsipnya semua kulit limbah turunan IPK seperti trimming green and limed dan fleshing, limed splits, white splitings, white shavings dan blue splits, shavings, serta dust dapat di proses menjadi gelatin. Gelatin yang dihasilkan dari setiap jenis limbah memiliki kesesuaian kegunaan yang berdeda. Keadaan ini disebabkan kandungan kimia yang terdapat pada setiap jenis limbah juga berbeda-beda, khusus pada blue splits, shavings, dan dust mengandung logam kromtrivalen yang pada kondisi tertentu dapat berubah nenjadi krom heksavalen yang bersifat sangat toksik dan karsinogen. Sehingga gelatin yang di produksi dari blue splits, shavings, dan dust hanya diperbolehkan untuk gelatin teknis. Proses Produksi Gelatin Seperti telah disampaikan di muka bahwa semua jenis limbah turunan IPK dapat di proses menjadi gelatin dengan peruntukan yang berbeda-beda sesuai asal bahan bakunya. Produk gelatin yang dihasilkan dari kulit limbah tergantung pada proses yang digunakan. Proses produksi gelatin menggunakan asam, diperoleh gelatin tipe A, sedangkan proses produksi menggunakan basa, ISSN 2477-3298 Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-7 Yogyakarta, 29 Agustus 2018 dihasilkan gelatin tipe B. Hal-hal yang berpengaruh dalam proses produksi gelatin antara lain adalah bahan baku, konsentrasi dan jenis asam/basa, perbandingan asam/basa dengan bahan baku gelatin, waktu dan suhu hidrolisis serta pengadukan Hastutiningrum, 2009 Secara umum proses produksi gelatin dibagi dalam tiga tahap, yaitu tahap persiapan bahan baku tahap pertama, tahap konversi kolagen menjadi gelatin tahap kedua dan tahap ketiga adalah pemurnian dan pengeringan gelatin Kemenristek., 1990. Tahap persiapan bahan baku meliputi penghilangan bahan bukan kolagen seperti kapur dan minyak serta pengecilan ukuran. Tahap kedua konversi kolagen menjadi gelatin menggunakan asam/basa pada konsentrasi dan waktu tertentu serta ekstraksi gelatin dari kolagen. Tahap pemurnian dan pengeringan gelatin sampai kadar air ±10% serta pengecilan ukuran biasanya melalui penggilingan. Asam yang digunakan pada proses produksi gelatin dapat berasal dari asam organik dan asam anorganik. Asam organik yang digunakan antara lain asam; asetat, sitrat, fumarat, askorbat, malat, suksinat, dan tartarat. Asam anorganik yang dapat digunakan antara lain asam hidroklorat, fosfat, dan sulfat. Sedangkan larutan basa yang dapat digunakan antara lain larutan kalsium hidrosida, natrium hidroksida, dan kalium hidroksida. Rendemen gelatin yang di proses menggunakan asam, lebih banyak apabila dibandingkan dengan yang diproses menggunakan basa. Namun demikian karakteristik gelatin seperti kekuatan gel, berat molekul, dan viskositas pada proses basa lebih baik daripada yang di proses menggunakan asam Nurhalimah, 2010. Pada umumnya gelatin dibidang pangan digunakan untuk pengental, penggumpal, membuat produk menjadi elastis, pengemulsi, penstabil, pembentuk busa, pengikat air, pelapis tipis dan pemerkaya gizi Fauzi, 2007. Disamping itu juga dapat dimanfaatkan untuk pengikat air, konsistensi dan stabilitas produk, memperbaiki tekstur, pengisi, penjernih sari buah, menjaga kesegaran dan pengawetan buah Pranoto, 2006. Edible coating menggunakan gelatin kulit sapi dapat memperpanjang kesegaran buah jeruk Wulandari, 2012. Kombinasi gelatin dengan bentonit dalam penjernihan sari buah apel manalagi dapat memberikan hasil yang sangat baik Nasution, 2011. Disamping itu gelatin juga dapat digunakan sebagai flokulan dalam pengolahan air limbah Sugihartono, dkk., 2015. Pemanfaatan Limbah Turunan Industri Penyamakan Kulit sebagai Upaya ISSN 2477-3298 Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet dan Plastik ke-7 Yogyakarta, 29 Agustus 2018 PEMBAHASAN Limbah turunan kulit pada industri penyamakan kulit apabila tidak ditangani dengan segera akan menimbulkan pencemaran pada lingkungan industri dan sekitarnya. Pencemaran yang pertama kali dirasakan adalah terjadinya bau yang tidak sedap atau bau busuk yang sangat menyengat indera penciuman. Kemudian pencemaran sebagai akibat penggunaan bahan penolong proses yang terikut pada air buangan yang dapat menyebabkan tercemarnya air tanah, iritasi kulit, atau gatal-gatal. Gatal-gatal dan iritasi pada kulit antara lain disebabkan adanya sisa krom yang terikut pada air limbah dan kemungkinan telah berubah menjadi krom heksavalen. Timbulnya bau pada limbah disebabkan oleh dekomposisi lebih lanjut dari senyawa organik, seperti protein dan lemak. Dekomposisi protein menjadi komponen-komponen yang sederhana seperti amonia, gugus thiol, asam sulfida Oktavia, dkk., 2012, alkohol, beberapa gas seperti karbon dioksida, hidrogen, dan metana serta komponen-komponen berbau busuk seperti merkaptan seperti indol, skatol merkaptan hidrogen dan sulfida. Sedangkan dekomposisi lemak menghasilkan asam lemak lemak rantai pendek yang juga menimbulkan bau tidak sedap atau bau busuk yang menyengat. Komponen kulit yang sengaja dipisahkan dari kulit dan terikut dalam limbah cair antara lain protein yang larut air dan lemak/minyak. Protein larut air dikeluarkan pada proses bating, sedangkan lemak/minyak yang dikeluarkan pada proses degreasing. Oleh karena itu limbah cair disamping mengandung bahan kimia yang digunakan pada proses penyamakan juga mengandung protein dan lemak/minyak. Paul, et al., 2013 menyatakan bahwa dalam penyamakan satu ton kulit 3 basah yang diawetkan dengan garam diperlukan air kurang lebih 40 m . Disisi lain kandungan protein yang larut air dan lemak/minyak pada kulit relatif kecil, dengan demikian konsentrasi protein larut air dan lemak/minyak dalam limbah cair industri penyamakan kulit juga rendah. Oleh karena itu sokongan cemaran bau yang berasal dari turunan kulit pada limbah cair juga rendah. Sampai dengan saat ini limbah turunan kulit pada industri penyamakan kulit di beberapa industri penyamakan kulit sapi telah dimanfaatkan oleh pihak ketiga. Limbah tersebut berupasplitting kulit sapi yang diperoleh pada proses pra-penyamakan. Limbah proses splitting oleh pihak ketiga diolah menjadi kerupuk. Walaupun demikian bau tidak sedap yang sangat menyengat masih tercium pada lingkungan industri penyamakan kulit yang sampai dengan saat ini masih belum dapat teratasi dengan sempurna. Pemanfaatan Limbah Turunan Industri Penyamakan Kulit sebagai Upaya ISSN 2477-3298 Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-7 Yogyakarta, 29 Agustus 2018 Bau menyengat tersebut diduga didominasi dari kulit maupun turunannya yang berasal dari proses pra-penyamakan. Kulit maupun turunannya tersebut mengandung protein, lemak dan air dalam jumlah besar, sehingga merupakan media yang sangat cocok untuk pertumbuhan mikroorganisme. Disisi lain kulit samak termasuk limbahnya relatif tahan terhadap mikroba perusak. Limbah kulit samak krom perlu penangan khusus karena krom yang dikandungnya apabila digunakan untuk menimbun tanah dapat mengalami leaching dan pada akhirnya dapat berubah menjadi krom heksavalen yang sangat berbahaya bagi mahluk hidup dan karsinogen. Tidak menunda proses penyamakan kulit dan penanganan dengan segera limbah kulit yang diturunkan pada proses pra-penyamakan, diduga dapat mengurangi atau meminimalisir terjadinya bau busuk pada industri penyamakan kulit. Limbah yang diturunkan pada proses pra-penyamakan yang berupa fleshing dapat diproses menjadi tallow, sedangkan green trimming/shaving dapat diolah menjadi bahan pangan seperti gelatin atau krupuk. Gelatin merupakan produk hasil hidrolisis kolagen secara parsial, memiliki kegunaan yang sangat luas baik dibidang pangan, fotografi, kosmetika, maupun kesehatan seperti dan kedokteran Sompie, et al., 2012. Jumlah limbah yang diturunkan dari proses pra-penyamakan cukup besar dan belum dimanfaatkan secara optimal serta menimbulkan cemaran bau yang sangat menyengat. Di Indonesia gelatin masih merupakan barang impor, namun demikian limbah yang diturunkan dari proses pra- penyamakan belum direspon oleh kalangan industri untuk memanfaatkannya sebagai bahan baku dalam memproduksi gelatin secara komersial. Proses pengolahan gelatin dari limbah dapat dilakukan secara terpisah atau terpadu dengan industri penyamakan, dengan demikian dapat menciptakan lapangan usaha dan lapangan kerja baru Sugihartono, 2014. Secara konvensional limbah industri penyamakan kulit dapat dimanfaatkan untuk brick, conblock, leather board dan insulator board. Sebenarnya beberapa tahun yang telah berlalu limbah industri penyamakan kulit tersebut telah dimanfaatkan secara konvensional oleh beberapa pengusaha. Namun dikarenakan pasar belum sepenuhnya menerima kehadiran produk tersebut, maka untuk sementara waktu pengusahan menghentikan produksinya. Pengolahan menjadi gelatin merupakan pilihan yang menguntungkan karena gelatin dapat digunakan secara luas. Gelatin yang diproduksi dari kulit limbah pra penyamakan dapat dan diperbolehkan digunakan untuk industri pangan dan lainnya. Sedangkan gelatin yang diproduksi dari kulit limbah paska penyamakan hanya diperbolehkan untuk gelatin bukan pangan. Pemanfaatan Limbah Turunan Industri Penyamakan Kulit sebagai Upaya ISSN 2477-3298 Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet dan Plastik ke-7 Yogyakarta, 29 Agustus 2018 Ditinjau dari aspek ekonomi, pengolahan kulit limbah turunan proses pra-penyamakan menjadi gelatin merupakan tindakan yang sangat strategis, karena memproses limbah menjadi produk yang memiliki nilai ekonomi, serta membantu menangani dan menekan jumlah limbah. Dengan demikian dapat menekan, meminimalisir, dan mengurangi terjadinya pencemaran lingkungan terutama bau. Sehingga setidaknya industri penyamakan memperoleh keuntungan yang berlebih yaitu mengurangi biaya penanganan limbah, dan meminimalisir serta mengurangi terjadinya pencemaran. Pemanfaatan kulit limbah menjadi produk yang berguna akan meningkatkan nilai tambah, menekan jumlah limbah, dan optimalisasi pemanfaatan kulit. Disamping itu Sugihartono 2013 juga mengemukakan bahwa pemanfaaatan limbah menjadi produk yang berguna akan dapat mengurangi dan menekan biaya lingkungan, menciptakan lapangan kerja dan usaha baru yang pada gilirannya mengurangi keluhan warga serta menjamin kelangsungan IPK dalam berusaha. KESIMPULAN Kulit limbah turunan industri penyamakan kulit dapat dimanfaatkan untuk makanan, gelatin teknis, kompos, gelatable protein, produksi sodium kromat, bahan bangunan, sol sepatu dan kertas seni serta barang kerajinan lainnya. Pengolahan limbah kulit yang diturunkan pada proses pra- penyamakan menjadi tallow dan gelatin, dapat meninimalisir dan menekan terjadianya pencemaran PUSTAKA Andrioli, E. & Gutterres, M. 2015. Evaluation of waste management in tanneries, Proceding XXXIII IULTCS Congress, Novo Hamburgo/Brazil,180, 1-9. Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Kemenristek. 1990. Teknologi Pangan dan Agroindustri. Volume 1 Nomor 9. 43. Gelatin, hal 133-135. diakses 17 Juni 2013 Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. 1996. Buku Panduan Teknologi Pengendalian Dampak Lingkungan, Industri Penyamakan Kulit. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. Jakarta Buter, J. & Biedermann, T. 2017. Chromium VI Contact Dermatitis Getting Closer to Understanding to Understanding the Underlying Mechanisms of Toxicity and Sensitization. Journal of Investigative Dermatologi, 1372, 274-277. Cabeza, Taylor, DiMaio, Brown, Marmer, Carrio, R., Celma, & Cot, J. 1998. Processing of leather waste pilot scale studies on chrome shavings. Isolation of potentially valuable protein products and chromium. Waste Management, 18, 211-218. Pemanfaatan Limbah Turunan Industri Penyamakan Kulit sebagai Upaya ISSN 2477-3298 Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-7 Yogyakarta, 29 Agustus 2018 Covington, A. D. 2009. Tanning Chemistry The science of leather. Cambride, UK The Royal Society of Chemistry. Dewi, PR. 2013. Pengusaha Penyamakan Kulit Terancam Penutupan 2 April 2013. Elfrida, SR. 2012. Menggunakan Metoda Elektrokoagulasi Pada Pengolahan Limbah Industri Penyamakan Kulit Menggunakan Alumunium Sebagai Sacrificial Elektroda. Universitas Pendidikan Indonesia. Repository. Upi. Edu. FAO Food and Agriculture Oganization. 1966. 3 Tanneries. akses 28 Mei 2013. Fauzi, Rahmi. 2007. Gelatin. http//www. , diakses 17 Juli 2012. Fuck, W. F., Gutterres, M., Marcilio, N. R., & Bordingnon, S. 2011. The influence of chromium supplied by tanning and wet finishing processes on the formation of Cr VI in leather. Brazilian Journal of Chemical Engineering, 282, 221-228. Hastutiningrum, S. 2009. “Pemanfaatan Limbah Kulit Split Industri Penyamakan Kulit Untuk Glue Dengan Hidrolisis Kolagen”. Jurnal Teknologi, 22, 208-212. IUE The International Union Environment Commission-2. 2008. Recomendation For Tannery Solid By Product Managementakses 18 April 2013. Li, J., Yan, L., Shi, B., & Zhang, J. 2013. A Novel approach to clean tanning technology. Journal Chemical engineering, 7, 1203 – 1212. Nasution, 2011. Aplikasi Bahan Penjernih Sebagai Alternatif Pemecahan Masalah “Haze” Pada Industri Sari Buah Apel Manalagi Malus sylvestris Mill. elibrary. Bahan..., diakses 16 September 2013. Nawaz, Solangi, Nadeem, U., & Zehra, B. 2010. Preparation of High Exhaust Chrome from Leather Shavings and Hydrocarbons with its Application in Leather Processing for Green Tanning Technology. Journal Chemical Society of Pakistan, 324, 525-530. Nurhalimah, E. 2010. Comparison of Gelatin Extraction Process of Bovine Hide Split by Acid and base Process. diakses 18 Juni 2013. Oktavia, Mangunwidjaja, D., & Wibowo, S. 2012. Pengolahan limbah cair perikanan menggunakan konsorsium mikroba indigenous proteolitik dan lipolitik. Jurnal AGROINTEK, 62, 65-71. Ozgunay, H., Colak, S., Mutlu, MM., and Akyuz, F. 2007. Characterization of Leather Industry Wastes. PolishJournal of 867-873. Paul, H. L. Phillips, P. S. Covington, A. D. Evans, P. And Antunes, A. P. M. 2013. Dechroming Optimisation of Chrome Tanned Leather Waste As Potential Poultry Feed Additive A Waste th th to Resources. Proceding XXXII. Congres of UILTCS. May 29 2013. Istambul, Turkey. – 31 Pranoto,Y. 2006. Potensi Gelatin Ikan Untuk Menggantikan Gelatin Mamalia di Bidang Pangan. Prosiding PATPI, S84 –S96. Prayitno. 2017. Teknologi Bersih Proses Penyamakan Kulit. Grafika Indah, Yogyakarta. Prayitno. 2009. Kajian Penerapan Recycle, Reuse dan Recovery Untuk Proses Produksi Kulit Wet Blue Pada Industri Penyamakan Kulit. Majalah Kulit, Karet dan Plastik, Yogyakarta, 251, 45-52. Pemanfaatan Limbah Turunan Industri Penyamakan Kulit sebagai Upaya ISSN 2477-3298 Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet dan Plastik ke-7 Yogyakarta, 29 Agustus 2018 Puspita, 2012. Terancam Tutup, Pengusaha Penyamakan Kulit Resah. http// indonesiarayanews. com/news/ekbis/12-31-2012, diakses 18 April 2013. Saha, R., Nandi, R., & Saha, B. 2011. Sources and toxicity of hexavalent chromium. Journal of Coordination Chemistry, 6410, 1782-1806. Sompie, M., Triatmojo, S., Pertiwining rum, A., & Pranoto, Y. 2012 . “The Effects Of Animal Age And Acetic Acid Concentration On Gelatin Pigskin”. Journal Of The Indonesian Tropical Animal Agriculture, 373, 176-182. Sugihartono, S., Sutyasmi, S., & Prayitno, P. 2015. Pemanfaatan trimming kulit pikel sebagai flokulan melalui hidrolisis kolagen menggunakan basa untuk penjernihan air. Majalah Kulit, Karet, dan Plastik, 311, 37- Sugihartono. 2014. Kajian gelatin dari kulit sapi limbah sebagai renewable flocculants untuk proses pengolahan air. Jurnal Riset Industri Journal of Industrial Research, 83, 179– 2013. Pemanfaatan limbah penyamakan kulit menjadi gelatin untuk industri pangan. Jurnal Riset Teknologi Industri. 714, 87-99. Sutyasmi, S. 2012, Daur ulang limbah shaving industri penyamakan kulit untuk kertas seni. Majalah Kulit, Karet, dan Plastik, 282 113-121, Suhenry, S., Widayati, Hartarto, dan Suprihadi, S. 2015. Proses pembuatan gelatin dari kulit kepala sapi dengan proses hidrolisis menggunakan katalis HCl. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan”. Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia. Yogyakarta. 18 Maret 2015. Vaskova, H., Kolomaznik, K., and Vasek, V. 2013. Hydrolysis Process of Collagen Protein from Tannery Waste Materials for Production of Biostimulator and its Mathematical Model. International Journal Of Mathematical Models And Methods In Apllied Sciences, 75, 568- 575. White, A., Handler, P., & Smith, 1964. Principles of Biochemistry 6th ed, International Student Edition, The Blakiston Division, Mc Grow-Hill Book Company, New York, Toronto, London, Kogakusha Company, LTD Tokyo. Wulandari, D. 2012. Pemanfaatan Limbah Kulit Sapi Untuk Gelatin Sebagai Edible Coating dalam Memperpanjang Masa Kesegaran Buah Jeruk. Akademi Teknologi Kulit. Yogyakarta. Zaenab, 2008. Industri Penyamakan Kulit dan Dampaknya Terhadap Lingkungan. Kesehatan Lingkungan Makasar. Pemanfaatan Limbah Turunan Industri Penyamakan Kulit sebagai Upaya ISSN 2477-3298 Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-7 Yogyakarta, 29 Agustus 2018 Pemanfaatan Limbah Turunan Industri Penyamakan Kulit sebagai Upaya
Selama ini Anda mungkin hanya menggunakan produk perawatan kulit untuk mendapatkan kulit putih dan cerah. Padahal, terdapat sejumlah makanan yang membantu produk skincare bekerja lebih baik untuk memutihkan sekaligus menjaga kesehatan kulit. Kulit adalah salah satu organ tubuh yang penting untuk Anda jaga kesehatannya. Tak hanya melalui produk perawatan, Anda bisa menjaga kesehatan kulit lewat makanan bernutrisi. Anda sebaiknya mengonsumsi makanan dengan kandungan vitamin dan mineral yang penting untuk kulit. Konsumsi makanan ini secara rutin turut menjaga kesehatan kulit. Beberapa jenis makanan, seperti sayuran dan buah-buahan, bisa membantu kulit putih dan cerah sehingga Anda dapat tampil dengan lebih percaya diri. Berikut adalah sejumlah makanan untuk mencerahkan kulit yang bisa Anda konsumsi. 1. Kiwi Buah kiwi merupakan salah satu buah-buahan yang memiliki kandungan vitamin C tinggi. Sebuah studi dalam International Journal of Dermatology 2010 menunjukkan penggunaan vitamin C selama 12 minggu membantu menghilangkan melasma atau hiperpigmentasi. Hal ini berarti vitamin C mampu mencerahkan kulit. Selain itu, vitamin C ini bekerja sebagai antioksidan untuk menangkal radikal bebas yang menyebabkan penuaan kulit. Untuk mendapatkan manfaat optimal, pastikan Anda memakan bagian kulit kiwi yang justru memiliki kandungan senyawa antioksidan tiga kali lipat daripada daging buahnya. Dengan memakan kiwi bersama kulitnya, Anda dapat merasakan manfaat lebih banyak dari makanan untuk memutihkan kulit ini dalam melawan radikal bebas. 2. Tomat Tomat yang biasa Anda temukan dalam salad atau lalapan ternyata bermanfaat untuk membuat kulit lebih cerah berkat kandungan vitamin C di dalamnya. Selain vitamin C, makanan untuk kulit cerah ini mengandung senyawa likopen, yakni salah satu jenis karotenoid yang memberi warna merah pada buah tomat. Likopen dalam tomat akan melindungi kulit Anda dari paparan sinar UV dan menurunkan risiko kanker kulit, seperti karsinoma kulit nonmelanoma. Likopen juga akan meningkatkan status antioksidan dalam kulit. Hal ini membuat sel-sel kulit lebih mampu untuk melawan radikal bebas dari lingkungan. 3. Biji bunga matahari Selama ini Anda mungkin hanya menganggap biji bunga matahari atau kuaci hanya sebagai makanan ringan untuk mengisi waktu luang saja. Namun jangan salah, kuaci ternyata bermanfaat untuk membuat kulit Anda lebih cerah berkat kandungan nutrisi yang mampu menjaga kesehatan kulit. Biji bunga matahari tinggi akan vitamin E. Penggunaan vitamin E langsung ke kulit, seperti pada produk skincare membantu melindungi kulit dari kerusakan akibat sinar UV. Pada akhirnya, manfaat vitamin E juga akan membantu Anda dalam memutihkan kulit kusam. Selain itu, terdapat kandungan penting lain dalam biji bunga matahari, seperti protein, selenium, dan zinc yang baik untuk kesehatan kulit. 4. Kacang almon Kacang almon dan kacang-kacangan lain memang enak dan mengandung nutrisi penting, termasuk vitamin E, vitamin C, zinc, dan selenium. Kandungan asam lemak omega-3, seperti eicosapentaenoic acid EPA dalam kacang almond juga bermanfaat untuk kesehatan kulit. Dalam sebuah penelitian, asupan 4 gram EPA selama tiga bulan membantu meningkatkan ketahanan kulit terhadap efek kulit terbakar matahari sunburn. Pasalnya, kulit yang terkena sinar matahari terus-menerus bisa menimbulkan kulit kusam dan kering, bintik-bintik gelap, hingga meningkatkan risiko kanker kulit. Meski begitu, hindari konsumsi kacang-kacangan secara berlebihan yang bisa memicu efek samping, seperti sakit perut, perut kembung, dan alergi bagi sebagian orang. 5. Alpukat Alpukat merupakan buah kaya lemak sehat yang menjadi salah satu pilihan makanan untuk memutihkan kulit Anda. Lemak sehat ini penting dalam memberikan kelembapan dan menghidrasi kulit. Hal ini dapat membantu kulit Anda agar terlihat lebih muda dan sehat. Selain itu, buah alpukat tinggi kandungan vitamin C dan vitamin E yang bagus untuk kulit. Kombinasi vitamin C dan E dalam penelitian juga telah terbukti menunjukan kemanjuran yang lebih baik untuk mengobati melasma. 6. Wortel Wortel merupakan salah satu sumber vitamin A dalam bentuk betakaroten. Tubuh Anda butuh nutrisi ini untuk memperbaiki jaringan dalam kulit yang rusak. Konsumsi wortel secara rutin akan membantu membuat kulit Anda lebih sehat. Vitamin A juga membantu melawan kulit terbakar matahari dan keriput. Penggunaan retinol sebagai bahan aktif dari vitamin A dalam skincare juga bisa membuat kulit Anda tampak lebih cerah. Selain sebagai produk anti-aging, retinol juga membantu melawan bintik-bintik hitam akibat sinar matahari dan gangguan hiperpigmentasi lainnya. 7. Ikan dan seafood Ikan dan seafood, seperti ikan salmon, ikan sarden, dan tiram tinggi kandungan vitamin B12 untuk menjaga agar kulit Anda lebih sehat. Pasalnya, kekurangan vitamin B12 dapat meningkatkan risiko Anda mengalami penyakit hiperpigmentasi yang membuat kulit tampak lebih gelap. Meski jarang terjadi, sebuah studi dalam Journal of Family Medicine and Primary Care 2018 menunjukkan pemberian vitamin B12 mampu mengatasi hiperpigmentasi. Pasien hiperpigmentasi yang memperoleh asupan vitamin B12, baik secara oral maupun suntik, bersamaan dengan pengobatan lain mampu sembuh sepenuhnya dalam 8 minggu. Selain itu, ikan dan seafood juga kaya akan asam lemak omega-3 untuk membantu mengatasi masalah kulit terkait peradangan, termasuk mengurangi jerawat. 8. Brokoli Brokoli adalah salah satu sayuran yang mengandung vitamin C tinggi dan dapat Anda jadikan menu makanan untuk membantu memutihkan kulit. Sama halnya dengan makanan yang mengandung vitamin C sebelumnya, brokoli melindungi kulit dari radikal bebas yang menyebabkan kulit keriput dan tampak lebih gelap. Selain itu, sayuran hijau ini juga memiliki kandungan senyawa khusus bernama sulforaphane. Dalam penelitian, senyawa sulforaphane atau sulforafana ini membantu melindungi dari kulit tubuh Anda dari efek penuaan akibat sinar matahari. 9. Buah beri Macam-macam buah beri, seperti stroberi, rasberi, dan bluberi tergolong buah sumber vitamin C dan antioksidan yang berguna untuk melindungi kulit dari bahaya sinar matahari. Efek perlindungan dari radikal bebas dan sinar matahari dalam vitamin C juga bisa mencegah kulit Anda dari keriput dan penuaan dini. Buah stroberi juga mengandung asam malat yang merupakan salah satu keluarga asam buah yang disebut alpha hydroxy acid AHA. AHA merangsang pengelupasan sel kulit mati sehingga bisa membantu memutihkan dan mencerahkan kulit Anda secara alami. Tips untuk menjaga kesehatan kulit Selain memenuhi kebutuhan nutrisi dari makanan untuk kulit putih dan cerah di atas, Anda juga mengimbangi dengan minum air putih setiap harinya. Mencukupi kebutuhan air membantu tubuh Anda tetap terhidrasi dan memastikan kulit lembap. Hindari pula kebiasaan yang berdampak buruk, seperti merokok, kurang tidur, dan stres yang bisa menyebabkan munculnya berbagai masalah kulit. Hal terpenting, Anda juga perlu melakukan perawatan kulit rutin, seperti mencuci muka, memakai pelembap, dan tabir surya sesuai jenis kulit Anda. Gunakan juga produk skincare untuk mencerahkan kulit yang mengandung nutrisi seperti yang disebutkan di atas, seperti vitamin C, vitamin E, dan retinol. Jika Anda ragu dalam memilih produk perawatan yang tepat, silakan konsultasikan dengan dokter spesialis kulit untuk mendapatkan solusi terbaik.
Manfaat dan Fungsi Mikroorganisme Pada Permukaan Pangan Pemanfaatan mikroorganisme telah digunakan puas bioteknologi tradisional alias berbudaya. Bioteknologi yang menggunakan jasad renik, antara lain digunakan dalam bidang rimba, pelelang-obatan, pembasmian hama pohon, pencemaran, dan penceraian logam dari bijih logam. Produk bersumber pemanfaatan mikroorganisme antara enggak protein, selain itu mikroorganisme juga dapat digunakan untuk menghasilkan berbagai jenis makanan dan minuman seperti mana keju, mentega, roti, alkohol, dan cuka. I. Penggunaan mikroba untuk menghasilkan protein Zat putih telur merupakan alamat makanan yang mutlak diperlukan manusia. Protein nan dihasilkan dengan memanfaatkan mikroorganisme disebut SCP Single Cell Zat putih telur protein pengasingan spesifik. SCP ini mempunyai takdir protein sampai 80% lebih tinggi dibandingkan protein kedelai dan ragi. Beberapa mikroorganisme yang efektif lakukan pembuatan SCP antara lain Methylophylus methylotropus. SCP ini konvensional digunakan bagi makanan ternak agar hewan ternak subur menghasilkan susu dan daging berkualitas tinggi. Fusarium, SCP yang digunakan lakukan zat makanan manusia. II. Eksploitasi jasa mikroorganisme untuk mengingkari nafkah Melalui proses peragian yang dilakukan mikroorganisme, korban rezeki tertentu diubah menjadi mangsa bentuk lain sehingga cita rasanya lebih meruntun atau mengandung skor gizi yang lebih tangga. Lengkap nafkah ini yakni keju, mentega, roti, alkohol, dan cuka. Keju Keju sasaran utamanya yakni dadih yang dipisahkan dari Whey air dadih utama. Dadih dibuat dari protein kasein yang lazimnya terlatih karena aktivitas enzim renin dan kondisi cemberut nan ditimbulkan karena aktivitas bakteri asam laktat. Bakteri yang dibiarkan plong media keju menyebabkan proses pembusukan yang memberikan suasana asam. Selain itu, juga memasrahkan cita rasa khusus dan bau harum aroma plong produk susu tersebut. Bertambah lama masa inkubasinya, kian tinggi keasamannya dan makin mencolok cita rasanya. Mikroorganisme yang digunakan internal pembuatan keju ialah jamur Penicillium camemberti. Tulang beragangan 1. Jamur Penicillium camemberti Mentega dibuat dengan mengaduk kepala buah dada krim sampai jelmaan-tetesan mentega yang berminyak memisah berpokok payudara mentega. Buah dada mentega yaitu larutan buah dada nan tinggal selepas menciptakan menjadikan mentega. Krim komandan payudara memiliki rasa masam dan digunakan untuk pembuatan dagangan lain, begitu juga yoghurt. Yoghurt dibuat dari krim yang ditanami mikroorganisme seperti yang digunakan mewujudkan susu mentega. Yoghurt banyak sira jumpai di toko. Yoghurt terbuat dari tetek dengan lemak takdir abnormal yang sebagian airnya telah diuapkan. Untuk meningkatkan keasamannya, susu kental nan terdidik ditanami dengan Streptococcus thermophillus, sedangkan untuk meningkatkan cita rasa dan bebauan ditanamiLactobacillus bulgaris. Gambar bulgaris Fermentasi Lactobacillus bulgaris berlangsung pada subtrat nan bertemperatur 45° C sejauh beberapa jam. Pada guru tersebut Lactobacillus bulgaris masih mungkin merecup dan berkembang. Untuk menjaga cita rasa, wewangian, dan keasamannya maka teradat dijaga kesamarataan antara kedua jenis mikroorganisme tersebut. Fermentasi makanan nonsusu Pendayagunaan mikroorganisme, sebagai halnya ragi banyak digunakan dalam pembuatan roti, asinan, minuman alkohol, minuman anggur, dan cuka. Kerumahtanggaan pembuatan roti, adonan roti akan ditanami ragi yang sebenarnya kultur spora suatu jenis baja. Spora jamur akan merecup dan memfermentasi gula dalam kocokan, dan terbentuklah buih-ruap karbondioksida. Fermentasi yang berlantas internal kondisi aerob ini akan memerosokkan produksi CUdara murni2 . Pada pembuatan asinan kubis atau sauerkraut, acar, dan olive alias saus diperlukan kuman pupuk penghasil enzim yang makmur menafsirkan zat tepung menjadi gula yang dapat difermentasikan. Prinsip ini juga digunakan privat pembuatan brem dan minuman spesifik Jepang, sake nan dibuat dari ketan dan beras. Privat pembuatan kecap diperlukan jamur Aspergillus oryzae. Serat ini dibiakkan privat alat peraba garai malah habis. Selanjutnya, jamur ini serempak bakteri asam laktat yang tumbuh pada kacang yang mutakadim dimasak, menghempaskan campuran gandum. Setelah melampaui fermentasi karbohidrat yang cukup lama, dihasilkanlah temberang. Bilang jenis mikroba yang digunakan bagi menyangkal alamat makanan menjadi bentuk enggak, misalnya a Rhizopus oligospora cak bagi menciptakan menjadikan tempe dengan substratkedelai. b Neurospora sitophila buat membuat oncom dengansubstrat kacang tanah. c Saccharomyces cerevisiae untuk membentuk tape dengan substrat ketan atau ketela pohon atau ubi kayu. d Acetobacter xulinum untuk menciptakan menjadikan nata de coco dengan substrat air kelapa. Gambar 3. Contoh mikroba yang digunakan kerjakan mengubah incaran rahim ke tulang beragangan lain. Pembuatan alkohol dan asam cuka Proses pembuatan alkohol Damping semua pembuatan minuman beralkohol, seperti bir, ale, dan berpangku tangan memerlukan jasa mikroorganisme. Bir dan ale dibuat dari tepung biji antah-padian yang difermentasi oleh fermen. Ragi tidak dapat menggunakan tepung secara sedarun. Serbuk tersebut diubah malah dahulu menjadi glukosa atau maltosa. Selanjutnya, glukosa dan maltosa difermentasi menjadi etanol dan CO2 . Dalam proses pembuatan minuman ini, malting, yaitu ponten padi-padian dibiarkan berkecambah, terus dikeringkan, selanjutnya digiling menghasilkan malt. Malt ini mengandung enzim amilase yang produktif mengubah amilum menjadi glukosa dan maltosa sehingga bisa difermentasi maka itu ragi. Pada pembuatan minuman keras berkadar alkohol tinggi, sebagai halnya vodka, wiski, dan rum, karbohidrat berusul biji antah-padian, kentang dan sirup atau tetes sukrosa difermentasi menghasilkan alkohol. Lebih jauh, alkohol ini disuling lakukan menghasilkan minuman berkadar alkohol tinggi. Minuman anggur atau wine boleh dibuat dari buah berpangku tangan maupun pecah biji kemaluan lain. Karena buah anggur mengandung gula, maka langsung dapat difermentasikan oleh ragi. Seandainya bahannya selain buah anggur, bakal meningkatkan produksi alkoholnya terbiasa ditambah sakarosa. Tahapan proses pembuatan anggur dapat dilihat seperti mana pada Gambar 4. Kerangka 4. Proses pembuatan anggur Proses pembuatan cuka Target dasar pada proses pembuatan cuka adalah etanol yang dihasilkan makanya fermentasi anaerob maka dari itu ragi. Oleh bakteri asam asetat, sebagaimana Acetobacter dan Gluconobacter, etanol akan dioksidasi menjadi asam asetat. Anda sekarang sudah mengetahui Arti Jasad renik dan Arti Mikrob . Peroleh kasih sira sudah berkunjung ke Referensi Rachmawati, F. Lengkung langit. Urifah, A. Wijayati. 2009. Ilmu hayat bagi SMA/ MA Inferior XII, Acara IPA. Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta, p. 172.
Download Skip this Video Loading SlideShow in 5 Seconds.. PEMANFAATAN KULIT sebagai BAHAN PANGAN PowerPoint Presentation PEMANFAATAN KULIT sebagai BAHAN PANGAN. KERUPUK RAMBAK GELATIN. Latar Belakang. Pemotongan Ternak Karkas Non-Karkas Layak konsumsi Tidak layak Jantung - Bulu tepung,kock,sulak Limfa - Wool jaket Ginjal - Tanduk kerajinan Uploaded on Aug 06, 2014 Download PresentationPEMANFAATAN KULIT sebagai BAHAN PANGAN - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - E N D - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - Presentation Transcript PEMANFAATAN KULIT sebagai BAHAN PANGAN KERUPUK RAMBAK GELATINLatar Belakang Pemotongan Ternak Karkas Non-Karkas Layak konsumsiTidak layak • Jantung - Bulu tepung,kock,sulak • Limfa - Wool jaket • Ginjal - Tanduk kerajinan • Paru - kerupuk - Tulang tepung, lem/ • Hati - rendang, bakso, nuggets, sate adhesive • Kulit - FOOD = kerupuk rambak, gelatin, “cecek”, “kikil” - NON FOOD = samak gantungan kunci cakar ayam dllKULIT TERNAKsecara histologis 1. Lap. Epidermis 2. Lap. Corium / Dermis / Derma - kulit ckr aym = tebal - 90% total protein adl prot kolagen - kolagen mgndung as amino prolin dan hidroksi prolin-u pertmbhn, retak tulng 3. Lap. Subcutis / Hipodermis - kulit ckr ayam = tipisLain – lain • Cakar kecap, gantungan kunci • Whey kecap, nata de milko • Kaldu petis HASIL SAMPING TERNAK • Kulit makroskopis, mikroskopis • Pengawetan kulit • Penyamakan kulit Kulit berbulu, tanpa bulu, gantungan kunci cakar ayam • Pemanfaatan kulit sebagai bahan pangan kerupuk rambak, gelatin, “cecek”, “kikil”T u j u a n - meningkatkan • Daya guna hasil ternak • Nilai ekonomis • Keanekaragaman produk pangan 1. KERUPUK RAMBAK • Bahan kulit ternak, cakar ayam • Analisa • Daya kembang gunakanjewawut/pasir kwarsa • Daya patah • Kadar protein, lemak, air ,Aw • Organoleptik rasa, kerenyahanKERUPUK RAMBAK CARA • Pencucian • Perendaman u kulit kering • Buang bulu / sisik dg air panas atau pengapuran • Pencucian u hil kapur • Perebusan • Pemotongan • Perendaman bumbu • Pengeringan • PenggorenganPRINSIP • BUANG BULU / SISIK 1. Pencelupn Air panas kulit klnci = 50oC 5 mnt 2. Pengapuran lart. Kapur tohor CaO - u mprlunak & membengkakn sisa daging di permk kulit shg bulu & daging yang menempel mudah dihil. - u memucatkan warna, mbunuh mikroba, mningktkn rendemen, mekar/mggelembung bila digoreng - konstrsi 1 - 4 kg kapur dalam 1 lt air - 3 - 4% dg 300-400% air dari berat kulit - rendam 1 - 4 hari, aduk tiap pagi dan sore - Buang bulu dg dikerok dg pisau tumpul / pisau buang buluPENCUCIAN - u hil sisa kapur kapur bebas spy tdk tjd pembengkakn kulit. - Kapur terikat -renyah - dg air bersih yang mengalir - sisa kapur dianggap hilang - dg cara kulit di tes dg indikator phenolphaline menunjukkn warna putih seluruhnyaPEREBUSAN - u mengmbangkn struktur tenunan kolagen. - naiknya suhu perebusan – akibatkan suatu gerakan dari ikatan rantai didlam tenunan kolagen yang dpt dianggap sbg titik awal suhu 60oCu capai pengemb yg optimal dari tenunan kolagen tsb. - tenunan kolagen terbntuk gelembung2 udara yang mengakibatkn gerakan dari titik2 tsb. = disebut ttk awal pengembngn kolagen - Kulit dimasukkan air mendidih 97oC sampai kulit matang dpt ditusuk dg garpu - kmd kulit diangkat, diangin2kan.“Pengaruh lama perebusan pada rambak kulit kelinci” • 0, 15, 30, 45, 60, 75, 90,105 dan 120 menit • Hasil = kadar air kerupuk rambak setelah digoreng BERBEDA. • 0 menit tanpa perebusan K air tinggi = krn jaringan msh mengikat air yang sulit dihilangkan dengan pengeringan, krn “case herdening” • Hsl terbaik = lama perebusan 60 – 75 menit -pengembg rambak maks krn anyaman kolagen mengembg sempurna • kmd kolagen mengalami GELATINISASI shg kolagen tidak mengembang - u mengurangi kadar air bahan sampai batas ttt spy mikroorgnsm tdk dapat hdp -AWET. • PENGGORENGAN - rendam dlm minyak gorng, panaskan suhu ±80oC 5 mnt, peram 1 mlm - panaskan lagi ± 80oC, 10 mnt - goreng ± 160oc sampai mengembang sempurna Kandungan gizi /100 g rambak kulit sapi • Protein g = 83 • Lemak g = 4 • Mineral g = 1 • Kalsium mg = 5 • Fosfor mg = 10 • Air g = 12 • Energi kal = 268Hasil penelitian Oleh Mirasa & Yudied Agung, 2004 • Desa Kauman dan desa Mejero, Mjkerto • Rata2 kadar Cr krpuk rambak 1,47 ppm • Masy yg konsmsi = rata2 kdr Cr darah 0,43 µg/l, Cr urine 0,64 µg/l • Masy yg TDK Konsmsi = 0,06 µg/l, Cr urine 0,02 µg/l • WHO =Cr darah & urin 0,05 µg/l • !! 3 bks rambk /hari 60 g/hari“Kerupuk JANGEK”daerah Jangek Sumatera • Dari kulit sapi atau kerbau beef/buffalo skin crackers • 0,64-0,7 mg asam urat dalam 100 g sampel. • Peroksida 1 mg/kg sampel stlh 405 mggu penyimpanan suhu 30oC • Sebaiknya dikonsumsi sblm penyimpanan 7 mggu, suhu kulit sapi Bahan • Kulit sapi = 1 kg • Bawang putih = ¼ ons • Garam = ½ ons • Gula = ¼ ons • Air kapur secukupnyaCara • Rendam kulit dlm air kapur 48 jam, bulu dikerok bulu. • Bentangkan, jemur,potong bila sdh kering 3x5 cm. • Haluskan bumbu, rebus potongan kulit dg bumbu sampai masak kulit transparan. Angkat, tiriskan, jemur kering. • Penggorengan I. Dg api kecil,hingga kerupuk agak mekar, angkat, tiriskan. II. Dg api besar mnyk bergolak hingga mekar optimal. Angkat, tiriskan 5. Dinginkan. KemasKeripik kulit cakar ayam Bahan • Cakar ayam • Garam = 2 % • Merica = 1 % • Bwng putih = 1 % • Bubuk cabe, pewarna kunyit.Cara • Cakar dibersihkan kulit ari-nya. • + bumbu, biarkan ½ jam. • Kukus cakar 15 menit, angkat. • Jemur dibwh matahari 15 menit, angkat. • Kulit cakar dikelupas usahakan bntuknya spt cakar • Kulit cakar djemur sampai kering berat tetap. • cakar ayam • Bersihkan, rendam dg air kapur 2% 1 kg cakar, 7,05 ons atau 24 sndok mkn hingga cakar terendam selama 4-5 jam. • Cuci dg air mengalir buang kapur. • Masukn dlm panci berisi air, rebus sampai air tampak menggelembung jgn mndidih. Matang bila bisa ditusuk garpu. Angkat. Tiriskan. Dinginkan. • pengulitan • Potong smua kuku/jari. • Belah bagian blkng/dlm kaki dg pisau hingga ke ujung jari yang lurus dg kaki jari ke2. • Jika sdh terbelah, kupas mulai bag atas kaki hingga ke ujung jari. Usahakan jgn sampai kulit terputus. • Potong urat kaki yang berhub, dg gunting. • Kuliti bag jari yg lain. • Keluarkan smua tulang dan bumbu, + air, rendam kulit cakar 3-4 menit.usahakan kulit terendam. • Jemur sampai kering. • Penggorengan • Mny bny kulit terandam. • Minyak panas tdp glmbung sampai glmbung hilang. 8. Dinginkan. RAMBAK PROTEIN KOLAGEN 90% ASAM OLEAT DIOLEIN TRIOLEIN MINERAL - KALSIUM - FOSPOR - BESI 20-30 X DALAM KULIT & 2X PENGGORENGAN MSG GR/100GRPengukuran kadar lemakmetode soxhlet 3,84% per 100 g Pengukuran Kadar protein metode Kjeldahl 82,91% Semakin lama perebusan maka semakin tinggi kualitas kerupukyakni pada suhu 90 C selama 90 menit. Warna putih kekuningan Pengembangan lebih merataKULIT MENTAH PEREBUSAN GORENG 1 90-95 ̊ C, 5-7 JAM 15-30 MNT KAPUR MATI 5-8 X TEBAL GORENG 2 120-130 ̊C, BINTIK PUTIH PD PERMUKAAN PEMBERSIHAN PEMOTONGAN PENGEPAKAN PENJEMURAN KUALITAS KRECEKKulit yang bersih dari lapisan epidermis,bulu, kotoran,penggunaan kulit segar, suhu dan lama penggorengan yang tidak terlalu tinggi dapat memperbaiki pengembangan ,bentuk, warna, rasa, dan kerenyahan kerupuk. Pengembangan yang baik akan menghasilkan warna kerupuk putih kekuningan. Suhu dan lama penggorengan sangat mempengaruhi warna kerupukLOGAM BERAT KULIT MENTAH 90% SIFAT SENYAWA TIDAK STABIL TERDEGRADASI DALAM PEMANASAN SEMPURNA FORMALIN KULIT OLAHAN 10% CHROM KARSINOGEN INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT TIMBAL TOKSIN BBM TDK LARUT AIR MUDAH DISERAP TUBUH TERAKUMULASI PENYAKIT LIVER PENURUNAN IQ GINJAL SYARAF PENCERNAAN KEMATIANAsam oleat merupakan asam lemak tidak jenuh dengan satu ikatan rangkap padaatom C-9 omega 9 yang mudahteroksidasi. Kadar triolein dan diolein yang tinggi yang terperangkap dalam pori-pori kerupuk dapat mengakibatkan kerupuk kulit mudah menjadi KOSMETIK Salep, Cream rambut FARMASI Pembungkus kapsul rol cetak,sablon dalam screenprinting,perekat pentil korek api, alas hektograf TEKNIK medium pengulas bahan film serta kertas potret FOTOGRAFI MIKROBIOLOGI alas makananKuantitas dan kualitas gelatin dipengaruhi oleh proses produksi khususnya pada fase curing Suatu proses terjadinya reaksi kimia awal jaringan ikat kolagen kulit dengan bahan curing bahan curing asam, basa maupun enzim. Proses curing menyebabkan struktur ikatan intermolekuler dan intramolekuler padaprotein kolagen kulit melemah/terjadi proses pemutusan rantai ikatan asam amino secara parsial Peningkatan konsentrasi bahan curing asam menyebabkan nilai rendemen meningkat. Peningkatan waktu curing dan konsentrasi bahan menyebabkan serabut kolagen menyusut. Gelatin yang diproduksi dari bahan baku yang mengandung kadar lemak tinggi cenderung akan menghasilkan produk gelatin dengan kadar lemak yang tinggi pula. KULIT MENTAH 400 GR WATER BATH=EKSTRACTION 9 jam, 55-56 ̊C LARUTAN CURING ± 2 HARI FILTRATION SESEKALI DIADUK FRAKSI GELATIN CAIR DICUCI BERSIH pH netral PENGENTALAN Oven suhu 70 ̊ C , 2 jam Refrigerator ± 5-10 ̊ C ,30 mnt DITIRISKAN DITIMBANG RANDEMEN AWAL PEMADATAN Oven 55˚C,8-20 jam ERLENMEYER + AKUADES DITUTUP ALUMINIUM FOIL PENGGILINGAN SERBUK GELATINGelatin import kulit babi46% kulit 29,4% tulang 23,1% sapi serta sumber lain 1,5%. Selama ini proses curing dengan menggunakan asam banyak diterapkan dalam prosesproduksi gelatin dari kulit babiPROTEIN Nilai kelarutan protein berbanding lurus dengan tingkat protein gelatin Peningkatan kadar protein berkaitan dengan perubahan jumlah struktur ikatan asam amino yang menyusun protein kolagen. Peningkatan konsentrasi menyebabkan semakin banyak ikatan asam amino yang terpecah sehingga semakin banyak protein yang larut pada saat dilakukan proses ekstraksiTHANK’S FOR YOUR ATTENTION
ArticlePDF AvailableAbstractAgricultural policy is a government effort in regulating, controlling aspects of development in the agricultural sector with the aim of maintaining and increasing food yields. The great results of the objectives of agricultural policies will be able to be realized if they can be translated into concrete steps and can be implemented consistently in the field. Agricultural policy directions try to see the concept of policies developed and practices to realize the goals of agricultural policies in Indonesia. This study focuses on institutions, regulations and issues of inadequate budget allocation, human resources that are less qualified in the management of land and agricultural products. The purpose of this study is to describe the direction of Indonesian agricultural policy in facing the Industrial Revolution Era This research uses qualitative research with a literature review approach. The results showed that there was no synchronization of agricultural policies at various levels of government, low budgets for agricultural development, spatial production practices at the expense of agricultural land in boosting regional income and the low utilization of technology and diversification in the use of agricultural technology showed that agricultural conditions in Indonesia were at an alarming level. Therefore, it is necessary to immediately synchronize agricultural policies at various levels of government and the allocation policies for agricultural development funds. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeAuthor contentAll content in this area was uploaded by Ali Roziqin on Dec 18, 2020 Content may be subject to copyright. Jurnal Administrasi dan Kebijakan Publik ISSN online 2657-0092 ISSN print 2301-4342 DOI Website 134 ARAH KEBIJAKAN SEKTOR PERTANIAN DI INDONESIA UNTUK MENGHADAPI ERA REVOLUSI INDUSTRI Ismi Imania Ikhsani1*, Feninda Eka Tasya2, Ul Inati3, Iradhad Taqwa Sihidi4, Ali Roziqin5, Ach. Apriyanto Romadhan6 1,2,3,4,5,6Departemen Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Malang *achapriyantoromadhanumm,ac,id Diterima25/05/2020 ABSTRACT Agricultural policy is a government effort in regulating, controlling aspects of development in the agricultural sector with the aim of maintaining and increasing food yields. The great results of the objectives of agricultural policies will be able to be realized if they can be translated into concrete steps and can be implemented consistently in the field. Agricultural policy directions try to see the concept of policies developed and practices to realize the goals of agricultural policies in Indonesia. This study focuses on institutions, regulations and issues of inadequate budget allocation, human resources that are less qualified in the management of land and agricultural products. The purpose of this study is to describe the direction of Indonesian agricultural policy in facing the Industrial Revolution Era This research uses qualitative research with a literature review approach. The results showed that there was no synchronization of agricultural policies at various levels of government, low budgets for agricultural development, spatial production practices at the expense of agricultural land in boosting regional income and the low utilization of technology and diversification in the use of agricultural technology showed that agricultural conditions in Indonesia were at an alarming level. Therefore, it is necessary to immediately synchronize agricultural policies at various levels of government and the allocation policies for agricultural development funds. Keywords Agricultural Policy, Agricultural Technology, Industrial Revolution ABSTRAK Kebijakan pertanian merupakan usaha pemerintah dalam mengatur, mengendalikan aspek pembangunan di sektor pertanian dengan tujuan menjaga dan meningkatkan hasil pangan. Hasil besar tujuan dari kebijakan pertanian tersebut akan mampu terwujud apabila mampu diterjemahkan menjadi langkah konkrit serta dapat dilaksanakan secara konsisten di lapangan. Arah kebijakan pertanian mencoba untuk melihat konsep kebijakan yang dibangun serta praktik untuk mewujudkan tujuan dari kebijakan pertanian di Indonesia. Kajian ini menitikberatkan pada institusi, regulasi maupun pada persoalan pengalokasian anggaran yang belum memadai, sumber daya manusia yang kurang berkualitas dalam pengelolaan tanah maupun hasil pertanian. Tujuan JAKP Jurnal Administrasi dan Kebijakan Publik, Vol. V Nomor 2, Oktober 2020 135 penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan arah kebijakan pertanian Indonesia dalam menghadapi Era Revolusi Industri Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan literature review. Hasil penelitian menunjukkan tidak adanya sinkronisasi kebijakan pertanian di berbagai level pemerintahan, rendahnya anggaran pembangunan pertanian, praktik produksi ruang dengan mengorbankan lahan pertanian dalam menggenjot pendapatan daerah serta rendahnya pemanfaatan teknologi dan diversifikasi pemanfaatan teknologi pertanian menunjukkan kondisi pertanian di Indonesia berada di level yang mengkhawatirkan. Oleh karena itu perlu untuk segera melakukan sinkronisasi kebijakan pertanian di berbagai level pemerintahan dan kebijakan alokasi dana pembangunan pertanian. Kata Kunci Kebijakan Pertanian, Teknologi Pertanian, Revolusi Industri PENDAHULUAN Kebijakan pertanian merupakan usaha pemerintah untuk mencapai tingkat ekonomi yang lebih baik dan kesejahteraan yang lebih tinggi secara bertahap dan kontinu melalui pemilihan komoditi yang diprogramkan, produksi bahan makanan dan serat, pemasaran, perbaikan structural, politik luar negeri, pemberian fasilitas dan pendidikan Snodgrass & Wallace, 1977 maupun berupa keputusan dan tindakan pemerintah untuk mengarahkan, mendorong, mengendalikan dan mengatur pembangunan pertanian guna mewujudkan tujuan pembangunan nasional. Secara lebih spesifik kebijakan pertanian diartikan sebagai upaya pemerintah melalui berbagai instrumen dan peraturan untuk meningkatkan produksi dan konsumsi komoditas pertanian Pearson et al, 2004; Ragasa, 2011; Van Tongere, 2008. Hasil besar tujuan dari kebijakan pertanian tersebut akan mampu terwujud apabila mampu diterjemahkan menjadi langkah konkrit serta dapat dilaksanakan secara konsisten di lapangan. Artinya arah kebijakan pertanian mencoba untuk melihat konsep kebijakan yang dibangun serta praktik untuk mewujudkan tujuan dari kebijakan pertanian Rose, et all 2019. Secara spesifik penelitian yang mengkaji kebijakan pertanian juga sudah dilakukan di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Selama ini persoalan kebijakan pertanian di indonesia setidaknya dilihat dalam dua perspektif, pertama ketersediaan lahan pertanian Swastika et al, 2016 dan ketersedian produk pertanian atau lebih dikenal sebagai ketahanan pangan Pakpahan, 2018. Beberapa studi melihat persoalan pertanian dari sudut pandang pengembangan infrastruktur pertanian Supriadi, 2016, kredit pertanian Ashari, 2016, pemberdayaan petani Khusna at al., 2019 dan pemberdayaan perempuan dalam pembangunan pertanian Elizabeth, 2016. Beberapa penelitian tentang kebijakan pertanian di berbagai Negara juga memiliki sudut pandang yang hampir sama, misalnya melihat peranan institusi dalam pembuatan kebijakan pertanian Ville, Hickey & Phillip 2017, kebijakan pendanaan pertanian Gravey, 2019 dan diversifikasi pertanian Birthal et al., 2020. JAKP Jurnal Administrasi dan Kebijakan Publik, Vol. V Nomor 2, Oktober 2020 136 Beberapa studi di atas menitik beratkan pada institusi, regulasi maupun pada persoalan pengalokasian anggaran yang belum memadai, sumber daya manusia yang kurang berkualitas dalam pengelolaan tanah maupun hasil pertanian. Padahal beberapa sarjana kebijakan publik memiliki standar baru dalam pembuatan kebijakan pangan dan pertanian. Tujuan yang lebih luas dari kebijakan pertanian adalah untuk menjaga produktivitas pertanian melalui pencapaian keuntungan ekonomi yang selaras dengan pengurangan kemiskinan, sebagai tanggapan terhadap kebutuhan sosial penduduk pedesaan, dengan dampak lingkungan seminimal mungkin. Artinya kebijakan pertanian harus memiliki wawasan berkelanjutan Clune, 2020; Priyadarshini at al., 2020; Rose et al., 2019. Dari perspektif agro-ekologi, tujuan dari pertanian berkelanjutan adalah untuk menghasilkan pendapatan jangka panjang bagi petani melalui penerapan teknologi pengelolaan ekologi yang sesuai secara ekologis Altieri, 2004. Dalam konteks ini, studi tentang pertanian berkelanjutan berfokus untuk memastikan tantangan sosial dan lingkungan yang mempengaruhi pertanian. Di Indonesia upaya untuk mewujudkan pertanian berkelanjutan mengalami berbagai tekanan, mulai dari penyempitan lahan pertanian akibat pertumbuhan penduduk Janah, 2017 dan pertumbuhan ruang kota yang tidak terkendali Nurrokhman, 2019, alih fungsi lahan pertanian dan menurunya jumlah angkatan kerja pada sektor pertanian Susilowati, 2016. Menghadapi persoalan tersebut beberapa negara mulai mengadopsi inovasi teknologi untuk meningkatkan kesejahteraan petani, produktivitas pertanian dan perekonomian sektor pangan Chavas & Nauges, 2020. Pemanfaatan teknologi di bidang pertanian terbukti dapat menyelesaikan masalah pertanian dan mewujudkan pembangunan pertanian yang berkelanjutan Li et al., 2020. Namun di Indonesia upaya pemanfaatan teknologi di bidang pertanian dinilai masih rendah Listiana, 2018 dalam Rusdiana and Maesya 2018. Implikasinya pada tahun 2019 produksi pertanian mengalami penurunan sebesar 4,5 juta ton dari produksi pertanian tahun sebelumnya yang mencapai 59,2 juta ton BPS. Oleh karena itu diperlukan integrasi kebijakan pertanian dan dan pemanfaatan teknologi atau data base yang memuat informasi tentang kondisi pertanian untuk mendukung pengembangan pertanian berkelanjutan berbasis teknologi. Dengan mempertimbangkan sifat politik kebijakan pertanian dan kompleksitas persoalan pertanian yang fluktuatif, studi ini bertujuan untuk mereview artikel ilmiah yang mendiskusikan kebijakan pertanian di Indonesia dan berbagai kebijakan pertanian dari berbagai negara. Studi ini dianggap baru mengingat fokus penelitian kebijakan pertanian di Indonesia sebelumnya di arahkan lebih spesifik. Misalnya kajian I Phutu Dharmanu 2017 yang melihat bahwa desa sebagai pusat JAKP Jurnal Administrasi dan Kebijakan Publik, Vol. V Nomor 2, Oktober 2020 137 pembangunan pertanian terkecil perlu didukung dengan desain kebijakan pertanian yang memaksimalkan potensi lokal desa. Lebih jauh temuan Dudi Septiadi dan Muhammad Nursan2020 melihat bahwa kebijakan sektor pertanian yang terpadu terbukti mampu menekan angka kemiskinan. Salah satunya meningkatkan anggaran pertanian seperti temuan Jabuddin et al, 2019 dan mampu menaikan ekonomi petani Desa Binuang Kecamatan Krayan Tengah Kabupaten Nunukan Zulkifli, Rusli & Daniel, 2017. Disamping itu kebijakan pengembangan pertanian sangat bergantung dengan regulasi pemerintah khususnya untuk mencegah alih fungsi lahan seperti temuan Fattah & Purnomo, 2018; Chadijah, Wardhani & Imron, 2020; Senjaya, 2017. Studi terakhir yang dilakukan oleh Juli Panglima Saragih 2016 melihat kebijakan pertanian bukan hanya difokuskan pada aspek perkebunan namun juga komoditas hortikultura. Selanjutnya Review artikel kebijakan pertanian di arahkan untuk melihat keterkaitan kebijakan tentang pertanian dalam berbagai level hirarki, politik kebijakan anggaran disektor pertanian, pertanian dalam politik ruang kota, dan tantangan pemanfaatan teknologi pertanian sehingga dapat menggambarkan arah kebijakan pertanian yang hendak dituju dengan apa yang telah diterapkan dalam praktik. METODE PENELITIAN Untuk memberikan gambaran tentang arah kebijakan pertanian di Indonesia peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan studi literatur Zeid, 2004. Penelitian kualitatif bermaksud memahami dan mendeskripsikan secara holistik orientasi arah kebijakan pertanian di Indonesia. Data-data utama diperoleh melalui inventarisasi jurnal yang didapatkan melalui aplikasi Publish or Perish studi literatur. Dengan menggunakan kata kunci agriculture policy dengan membatasi tahun terbit mulai dari tahun 2017 hingga tahun 2020 diperoleh sebanyak 620 jurnal. Jurnal tersebut kemudian diseleksi dengan kriteria jurnal yang diterbitkan oleh penerbit yang terindeks scopus seperti Elsevier, Taylor & Francis, Emerald, Springer, Routledge, Wiley, JSTOR dan Sage sehingga diperoleh 347 Jurnal. Dari 347 Jurnal tersebut kemudian diseleksi kembali didasarkan kesesuaian judul dan abstraksi dengan tema penelitian sehingga diperoleh 25 Jurnal. Untuk dapat memberikan gambaran tentang kebijakan pertanian di Indonesia peneliti menggunakan langkah yang sama dengan menggunakan kata kunci kebijakan pertanian. Untuk memperkuat analisis, peneliti menggunakan data yang diperoleh dari sumber resmi pemerintah seperti dan Guna memberikan kesimpulan yang relevan, penelitian ini menggunakan model analisis interaktif Miles et al., 2014. JAKP Jurnal Administrasi dan Kebijakan Publik, Vol. V Nomor 2, Oktober 2020 138 HASIL DAN PEMBAHASAN Pentingnya kebijakan pada sektor pertanian akan berdampak positif tidak hanya pada kelangsungan hidup petani, namun juga terhadap ketahanan sebuah negara. Oleh karena itu, pembuatan kebijakan memiliki peran penting dalam keberlangsungan sektor pertanian secara berkelanjutan untuk dapat mempertahankan fungsi lahan pertanian, menghasilkan produksi pertanian yang lebih berkualitas dalam tingkatan produksi, investasi, dan penerapan teknologi hinaga ketahanan pangan dan ekosistem pertanian suatu negara. Sebagai sebuah negara agraris kebijakan pertanian di Indonesia dinilai belum optimal. Hal ini terlihat dari menurunnya produksi pertanian dua tahun terakhir ini 2018-2019. Rendahnya pemanfaatan teknologi pertanian juga memperburuk efisiensi hasil pertanian. Padahal beberapa negara didunia sudah dimanfaatkan sedemikian rupa untuk menghasilkan efisiensi pertanian sekaligus keamanan ekosistem pertanian Dabukke et al., 2016. Untuk melihat lebih detail arah kebijakan sektor pertanian di Indonesia peneliti membagi empat indikator yang digunakan untuk menjelaskan mulai dari awal permasalahan tentang arah kebijakan pemerintah terhadap sektor pertanian. Analisis Kebijakan Pertanian Indonesia Kebijakan pertanian di Indonesia setidaknya menempatkan sumber daya manusia yang berkualitas, berkompeten, memiliki kemampuan manajerial dan organisasi sebagai pelaku pembangunan pertanian yang penting. Hal ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Penyuluhan pertanian, perikanan, dan kehutanan. Undang-undang tersebut bertujuan untuk meningkatkan kapasitas para petani dengan menitikberatkan pada penyuluhan terhadap petani yang dapat meningkatkan produksi pertanian. Kedua, organisasi petani oleh pemerintah dinilai sebagai komponen pokok dalam pembangunan pertanian sehingga pemerintah menerbitkan UU No. 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani P3. Pengaturan tentang organisasi petani tersebut tercantum pada pasal 69, 70 dan 71. Fakta di lapangan menunjukkan upaya peningkatan sumber daya petani melalui penyuluhan dan penguatan kelembagaan petani tidak berbanding lurus dengan jumlah angkatan kerja yang bekerja di sektor pertanian. Data BPS pada tahun 2017 hingga tahun 2019 menunjukkan terjadi penurunan. Pada Bulan Agustus tahun 2017 misalnya, jumlah angkatan kerja di sektor pertanian berjumlah jiwa, menurun menjadi per agustus tahun 2018 dan Pada Bulan Februari tahun 2019 menjadi jiwa. Kondisi ini menunjukkan bahwa persoalan pertanian bukan sekedar persoalan perbaikan sumber daya dan kelembagaan pertanian, namun juga kepastian pasar. Secara teknis kegiatan pertanian dihadapkan pada dua persoalan yakni kegagalan JAKP Jurnal Administrasi dan Kebijakan Publik, Vol. V Nomor 2, Oktober 2020 139 panen dan ketidakpastian harga pasar. Jika kondisi ini tidak dibenahi maka sangat memungkinkan terjadinya peralihan tenaga kerja sektor pertanian ke sektor lainnya yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan resiko kegagalan yang kecil. Disisi lainnya kebijakan pertanian di Indonesia dihadapkan pada tren global yakni pertanian berkelanjutan, yaitu pertananian yang menyeimbangkan aspek ekonomi, lingkungan, dan sosial dari pertanian, menciptakan sistem pertanian yang tangguh dalam jangka panjang Rose et al., 2019. Secara spesifik upaya pemerintah untuk mewujudkan pertanian berkelanjutan termuat dalam Undang-Undang No. 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 Tentang Budidaya Pertanian Berkelanjutan. Pertanian berkelanjutan dalam undang-undang tersebut dijelaskan sebagai upaya membangun ketahanan dan kedaulatan pangan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat dan pengelolaan sumber daya alam hayati dalam memproduksi komoditas pertanian guna memenuhi kebutuhan manusia secara lebih baik dan berkesinambungan dengan menjaga kelestarian lingkungan hidup. Salah satu upaya untuk melindungi pertanian berkelanjutan adalah perlindungan lahan. Pada tahun 2009 pemerintah menggulirkan Undang-Undang UU No. 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dengan diikuti peraturan turunan lainnya, seperti; Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan; Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 2012 tentang Insentif Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan; Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2012 tentang Pembiayaan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan; dan Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2012 tentang Pembiayaan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan demikian pada kenyataannya upaya ini terganjal mekanisme pasar. Kebutuhan industri akan lahan ternyata mengendalikan alih fungsi lahan pertanian Nurrokhman, 2019. Didalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 Pasal 3, menyebutkan bahwa tujuan dari adanya pertanian berkelanjutan terbagi menjadi tiga golongan yakni meningkatkan dan memperluas penganekaragaman hasil pertanian, guna memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan, kesehatan, industri dalam negeri, dan memperbesar ekspor, meningkatkan pendapatan dan taraf hidup Petani, mendorong perluasan dan pemerataan kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Bila kita cermati, secara konseptual pertanian berkelanjutan berorientasi pada tiga dimensi keberlanjutan yaitu keberlanjutan usaha ekonomi, keberlanjutan kehidupan sosial manusia, dan JAKP Jurnal Administrasi dan Kebijakan Publik, Vol. V Nomor 2, Oktober 2020 140 keberlanjutan ekologi alam Kurniawan dan Windyarto. 2014. Artinya terdapat perbedaan konsep antara pertanian berkelanjutan di Indonesia dengan kesepakatan global. Kebijakan pertanian Indonesia menitik beratkan pada fungsi ekonomi, yakni diversifikasi, pemenuhan konsumsi pangan dan kesempatan bekerja. Kondisi ini menunjukkan bahwa arah pertanian keberlanjutan belum optimal, jika hal ini tidak diperhatikan maka upaya untuk meminimalkan kerusakan berkelanjutan dari keanekaragaman hayati dan fungsi ekosistem dipertanian tropis tidak dapat di hindari Luke et al., 2019. Oleh karena itu untuk mendukung wawasan pertanian berkelanjutan pemerintah harus membuat regulasi dengan mengusulkan model konseptual yang menyediakan struktur perbaikan yang terukur dan berkelanjutan terhadap tindakan kebijakan mana yang dapat diterapkan, dipantau, di evaluasi dan diadaptasi secara holistic sehingga dapat digunakan sebagai bahan upaya untuk dapat mengembangkan sektor pertanian dimasa depan. Di berbagai negara pengembangan kebijakan pertanian berkelanjutan ini memiliki cakupan implementasi yang cukup luas mulai dari pertanian pedesaan sampai perkotaan. Pada wilayah perkotaan, Sampeliling et al. 2016 menyatakan bahwa arah kebijakan pertanian perkotaan yang dapat dilakukan meliputi pengembangan lahan dan ruang usaha tani; pekarangan dan lahan kebun spesifik, pengembangan komoditas dan teknologi ramah lingkungan, serta sosial dan pengembangan kelembagaan pertanian. Melalui arah kebijakan tersebut, akan dapat dilaksanakan pertanian berkelanjutan dengan memperhatikan faktor-faktor yang terjadi disekitarnya. Karena wilayah perkotaan sendiri memiliki karakteristik wilayah pertanian yang lebih sedikit dikarenakan adanya sektor industri dan perumahan yang lebih tinggi tingkat persentasenya. Selain itu, arah kebijakan pertanian perkotaan juga dapat diterapkan pada pertanian di wilayah pedesaan, sehingga arah kebijakan tersebut akan dapat tergambarkan secara umum bagaimana seharusnya arah kebijakan tersebut dapat dilaksanakan, namun untuk saat ini kebijakan pertanian Indonesia lebih fokus terhadap kebijakan ketahanan pangan, sehingga optimalisasi mengenai kebijakan pertanian berkelanjutan masih belum mumpuni untuk dilaksanakan pada seluruh wilayah Indonesia. Berdasarkan temuan Rose et al. 2019 mengatakan bahwa dalam mempromosikan kebijakan pertanian berkelanjutan menggunakan cara menilai dari manajemen pertanian terintegrasi, dengan demikian maka akan dapat mengimplementasikan kebijakan pertanian berkelanjutan secara optimal. Konteks kebijakan pertanian berkelanjutan dapat terealisasikan dengan baik apabila didukung dengan adanya teknologi sebagai media pendukung dari adanya perkembangan pertanian berkelanjutan. Namun teknologi pertanian sendiri masih juga belum mumpuni untuk JAKP Jurnal Administrasi dan Kebijakan Publik, Vol. V Nomor 2, Oktober 2020 141 dibuat sebagai bahan mediator dalam mengelola pertanian berkelanjutan. Pada dasarnya kebijakan teknologi pertanian telah diatur pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani dimuat dalam bagian ketujuh tentang akses ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi. Dalam penjelasan undang-undang tersebut, teknologi memiliki peran sebagai akses pembantu dalam pengelolaan pertanian. Namun, kenyataannya penerapan teknologi di Indonesia masih kurang, hal ini dibuktikan dari hasil penelitian oleh menyebutkan, adopsi teknologi petani terhadap teknologi pengelolaan masih pada level medium. Penerapan konsep berkelanjutan, ketahanan pangan, dan teknologi pangan menjadi bahan acuan untuk melihat kondisi bagaimana kesesuaian antara kebijakan dan implementasi di lingkup kajian wilayah. Berdasarkan hasil temuan, tiga konsep diatas sebagai tolak ukur tersebut ditemukan bahwa dalam konsep pertanian berkelanjutan dengan undang-undang tidak sesuai dengan hasil temuannya. Hal ini dapat dibuktikan bahwa pada era otonomi daerah kebijakan yang membahas tentang pertanian hanya 5,5 persen yang berhubungan dengan pertanian dan sebagian perda ditujukan untuk meningkatkan pendapatan Mayrowani, 2012. Dalam konteks kekuasaan atau politik didalam pengembangan sektor pertanian mengalami pergeseran kearah yang lebih rendah, hal ini dibuktikan melalui penjelasan luas menurut Arifin 2004 bahwa peminggiran yang dilakukan oleh politisi dan perumus kebijakan terhadap sektor pertanian di Indonesia dikarenakan politik undervalue terhadap sektor pertanian karena kontribusi dan nilai ekonominya yang terus menurun. Pemanfaatan teknologi dalam perspektif yang lebih luas perlu diadakan dalam mempermudah suatu pekerjaan dan juga dapat memaksimalkan hasil pertanian yang lebih mumpuni. Kebutuhan akan teknologi tersebut akan dapat meminimalisir terjadinya kemerosotan dalam bidang pertanian, implementasi kebijakan teknologi pertanian di Indonesia sebenarnya sudah dilaksanakan namun masih belum optimal sehingga diperlukan optimalisasi penerapan teknologi pertanian Indonesia. Kebijakan teknologi pertanian di Eropa, tren reformasi kebijakan pertanian bersama menuju mendukung multifungsi pertanian termasuk produksi ramah lingkungan dan iklim memberikan peluang untuk mendukung investasi dalam teknologi PA. Selain itu, pengembangan kebijakan tersebut untuk peran TIK di bidang pertanian dalam konteks berbagai pendorong pembangunan ekonomi pedesaan. Dengan demikian, perbandingan dengan negara Indonesia masih sangat jauh, dikarenakan adanya perbedaan sumber daya dan lingkungan yang tengah terjadi di antara kubu-kubu negara. Peran kebijakan teknologi ini akan membantu dalam pemanfaatan teknologi pertanian di Indonesia yang saat ini masih dalam kondisi JAKP Jurnal Administrasi dan Kebijakan Publik, Vol. V Nomor 2, Oktober 2020 142 anakronis atau ketidaksesuaian pada ruang lingkup masyarakat. Terdapat beberapa upaya dalam penanganan pemanfaatan teknologi pertanian yang sudah diberikan pihak pemerintah di berbagai bidang seperti, pemanfaatan teknologi di bidang produksi, bidang panen, bidang penjualan, rekayasa genetic, tanaman, dan upaya pemanfaatan teknologi pertanian yang telah diterapkan. Adanya revolusi industri ini teknologi pertanian memberikan kemudahan khususnya dalam proses menanam dan memanen, yaitu dengan menggunakan teknologi sehingga membantu para petani agar lebih efisien waktu dan tenaga. Berdasarkan penjelasan diatas mengenai arah kebijakan pertanian, maka ditemukan perbandingan antara model pertanian Indonesia dengan model pertanian negara lain apabila dilihat dari kedua perspektif berikut Tabel 1. Perbandingan Karakteristik Kebijakan Pertanian Indonesia dan Negara Lain Karakteristik Kebijakan Pertanian Telah menerapkan pertanian berkelanjutan namun lebih fokus terhadap ketahanan Pangan. Fokus terhadap kebijakan pertanian berkelanjutan. Masih menggunakan Rekayasa Genetik Pertanian Sudah menggunakan beberapa teknologi yang telah digunakan CSA, TIK Sumber Pakpahan, 2018; Rose, 2019; Swatika, 2016 Berdasarkan karakteristik dua kebijakan pertanian di Indonesia masih belum optimal dilihat dari kajian permasalahan yang terdapat pada pertanian Indonesia mengenai penerapan kebijakan pertanian berkelanjutan dan kebijakan penerapan teknologi pertanian Indonesia. Permasalahan tersebut dapat menghambat terjadinya keberlangsungan kebijakan yang akan membawa pertanian lebih optimal dimasa yang akan mendatang. Oleh karena itu, diperlukan regulasi yang dapat memungkinkan keberlangsungan tersebut akan membawa dampak positif akan perubahan kebijakan pertanian. Di tingkat daerah kebijakan pertanian masih tidak dapat dibandingkan dengan kebijakan di sektor lain. Kebijakan pada sektor pertanian masih tidak diperkuat untuk pembuatannya, karena dalam UU 41/2009 telah cukup komprehensif mengatur tentang alih fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan namun pada kenyataannya pengalihan fungsi lahan pertanian masih terjadi dengan tingkatan cukup tinggi sehingga dapat dikatakan bahwa belum adanya implementasi yang baik karena tidak adanya konsistensi terhadap peraturan perundang-undangan tentang perlindungan lahan pertanian berkelanjutan tingkat daerah Iqbal et al., 2016. JAKP Jurnal Administrasi dan Kebijakan Publik, Vol. V Nomor 2, Oktober 2020 143 Politik Kebijakan Anggaran di Sektor Pertanian Program pemerintah dalam membantu pembiayaan di sektor pertanian secara umum diwujudkan dalam dua bentuk, Pertama, bantuan langsung grant dan bersifat bergulir. Pada jenis ini tidak ada kewajiban secara tegas untuk mengembalikan baik pokok maupun bunga. Kedua, kredit komersial dengan bantuan subsidi bunga oleh pemerintah. Selama ini telah banyak kredit program yang diluncurkan pemerintah. Sebagian program ada yang bersifat bantuan cuma-cuma BLT, BLM, bantuan bergulir PMUK, penguatan modal DPM LUEP, subsidi bunga Bimas, KUT, KKP maupun yang sudah mendekati komersial SP3, KUR. Berbagai kebijakan tersebut setidaknya menghadapi berbagai kendala mulai dari besarnya dana yang harus ditanggung pemerintah dengan semakin terbatasnya anggaran pemerintah, rendahnya tingkat pengembalian kredit bantuan pertanian dan resistensi lembaga bank untuk memberikan bantuan akibat rendahnya tingkat pengembalian utang petani sehingga upaya untuk mendorong penguatan modal petani masih belum sepenuhnya sesuai harapan Ashari, 2016. Pembangunan dalam bidang pertanian sangat diperlukan dalam laju perkembangan kemajuan kondisi pertanian di Indonesia. Dalam hal ini perlu adanya fokus kebijakan yang lebih besar terhadap pertanian terutama dalam pengalokasian anggaran. Sektor pertanian memiliki potensi yang kuat dalam perekonomian di Indonesia yang menjadikan penghasil dalam produksi pangan. Dalam rangka meningkatkan prioritas terhadap pembangunan pertanian yang harus tercermin dari pengalokasian dana untuk sektor pertanian. Hingga kini keadaan sektor pertanian yang masih belum cukup merata karena di berbagai daerah terdapat permasalahaan yang dialami sehingga menggambarkan masih belum adanya fokus orientasi pemerintah terhadap sektor pertanian. Berdasarkan data realisasi investasi yang ada di Indonesia yang ditujukan untuk beberapa sektor pembangunan ditemukan bahwa sektor pertanian kurang memperoleh perhatian khusus. Karena pertanian memiliki peranan penting dalam pembangunan terutama dalam pertanian, namun pada kenyataannya alokasi dana untuk pertanian masih relatif kecil di Indonesia Henny, 2016. Dalam penganggaran untuk sektor pertanian terdapat beberapa sumber pengalokasian yang ditujukan baik dari pengalokasian anggaran negara ataupun penanaman modal asing. Kebijakan investasi di Indonesia pada dasamya merujuk pada ketentuan Pasal 33 UUD 1945. Esensialisasi Pasal 33 UUD 1945 adalah perekonomian Indonesia berorientasi pada ekonomi kerakyatan. Di Indonesia kebijakan investasi ditegaskan melalui Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang JAKP Jurnal Administrasi dan Kebijakan Publik, Vol. V Nomor 2, Oktober 2020 144 Penanaman Modal yang dinyatakan berlaku di Undangkan pada tanggal 26 April 2007 Devi, 2019. Tabel 2. Realisasi PMDN Kuartal II Transportasi, Gudang dan Telekomunikasi Tanaman Pangan, Perkebunan dan Peternakan Sumber Realisasi Investasi Triwulan II dan Semester I 2019, BKPM-RI Dari data tabel tersebut dapat terlihat bahwa sektor industri masih memberikan kontribusi dana terbesar jika sektor industri digabungkan maka nilai prosentase terbesar ada di sektor industri. Terjadi peningkatan realisasi investasi PMDN pada periode Triwulan II tahun 2019 jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2018 sebesar 18,6%, yaitu dari nilai realisasi investasi Rp 80,6 triliun menjadi Rp 95,6 triliun. Realisasi investasi PMA pada periode Triwulan II tahun 2019 jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2018 naik 9,6%, yaitu dari nilai realisasi investasi Rp 95,7 triliun menjadi Rp 104,9 triliun. BKPM-RI Berdasarkan pemaparan tersebut fokus utama dari pengalokasian dana lebih besar ditujukan untuk sektor industri sedangkan dalam sektor pertanian yang kedudukannya memiliki peran yang penting tidak memperoleh orientasi utama. Hal ini akan berimplikasi terhadap perluasan sektor industri dan semakin menyempitnya lahan untuk sektor pertanian. Karena alokasi dana yang terserap tidak memenuhi sesuai dengan kebutuhan anggaran yang sudah tertera dalam peraturan kebijakan pertanian. Anggaran yang lebih difokuskan terhadap sektor industri akan menciptakan konversi lahan pertanian menjadi lahan industri dan apabila lahan pertanian tersebut sangat berpotensial dalam proses pertanian maka akan berdampak pada berkurangnya produksi yang dihasilkan dan akan mempengaruhi dalam ketahanan pangan Harini et al, 2019 Keadaan yang semakin memberikan dampak dari pengalokasian dana untuk sektor pertanian yang masih terbilang relatif kecil yaitu dengan adanya fokus terhadap sektor industri. ”Realisasi investasi periode Januari-Juni 2019 masih didominasi sektor infrastruktur seperti transportasi, telekomunikasi, pembangkit listrik dan konstruksi. Terlihat juga bahwa investasi infrastruktur yang membutuhkan anggaran besar dan sifatnya multi-years, tetap ada realisasinya dengan kondisi ekonomi global dan regional yang penuh tantangan dan ketidakpastian,” BKPM-RI Padahal dalam sektor pertanian memiliki aspek yang cukup luas sehingga memiliki kebutuhan yang JAKP Jurnal Administrasi dan Kebijakan Publik, Vol. V Nomor 2, Oktober 2020 145 beraneka ragam dan memerlukan perhatian khusus oleh pemerintah. Karena pertanian merupakan sektor penting untuk kelangsungan perekonomian di Indonesia. Kondisi ini juga diperparah dengan kondisi anggaran pembangunan pertanian di level pemerintah daerah. Dukungan anggaran di sector pertanian melalui APBD relatif kecil yaitu 6 persen dari total anggaran belanja daerah Mayrowani, 2012. Rendahnya alokasi anggaran untuk sektor pertanian di tingkat daerah menggambarkan kurangnya keberpihakan pemerintah daerah terhadap pembangunan pertanian. Peranan daerah untuk mewujudkan ketahanan pangan sangat sulit melihat rendahnya keberpihakan pemerintah yang tercermin dari kebijakan dan alokasi anggaran yang tidak berpihak pada pembangunan pertanian. Perananan daerah untuk mewujudkan apa yang menjadi acuan dalam mewujudkan kesejahteraan petani di desa yang masih belum dapat direalisasikan Henny,2016. Begitu pula dengan pengalokasian dana yang ada di negara Inggris yang menerapkan beberapa konsep prioritas pendanaan oleh pemerintah. Dikatakan bahwa negara Inggris dalam membuat kebijakan dalam sektor pertanian memiliki kebijakan pendanaan yang terbatas, hanya digunakan untuk agri-environment- climate AEC atau agri lingkungan iklim. Kebijakan yang diperioritaskan dalam pertanian tidak secara langsung digunakan untuk keseluruhan anggota negara dan memiliki kebijakan pertanian yang berbeda. Jika di Indonesia fokus kebijakan anggaran terhadap sektor industri maka di negara Inggris memberikan orientasi anggaran untuk pembangunan desa dalam kaitannya dengan iklim lingkungan Viviane, 2019. Pertanian dalam Politik Ruang Kota Pertumbuhan kota yang tak terkendali atau penjalaran kota urban sprawl dengan ciri pola ruang kota yang tersebar tidak teratur adalah masalah besar yang dialami banyak kota di dunia. Dalam konteks pertanian dampak yang ditimbulkan oleh urban sprawl mengorbankan sumber daya alam dengan kecepatan yang mengkhawatirkan, seperti terjadinya alih fungsi lahan yang mengancam ketersedian pangan Sudhira, 2004. Colsaet, Laurans & Levrel 2018 melihat bahwa pertumbuhan populasi dan pendapatan, serta pengembangan infrastruktur transportasi dan penggunaan mobil, secara luas ditelaah sebagai faktor yang paling sering ditemukan meningkatkan alih fungsi lahan. Di sisi lainnya faktor-faktor politik dan institusional dalam membuat perencanaan kota yang dibentuk melalui kebijakan publik menjadi di penentu utama pengambilan tanah atau lahan. Konversi lahan pertanian ke non pertanian banyak terjadi di berbagai daerah di Indonesia, misalnya di Yogyakarta Giyarsih 2017. Seperti halnya di daerah Mataram pasca konversi lahan rata-rata luas lahan garapan responden menurun dimana pra konversi sebesar 0,60 ha menjadi 0,39 ha. Hal ini disebabkan oleh terjadinya JAKP Jurnal Administrasi dan Kebijakan Publik, Vol. V Nomor 2, Oktober 2020 146 penyempitan lahan pertanian akibat konversi lahan di Kota Mataram, sehingga petani memiliki keterbatasan dalam menggarap lahan pertanian di Kota Mataram Utami, Ayu & Anwar, 2019. Penyebabnya seperti yang dijelaskan oleh Colsaet, Laurans & Levrel 2018 fenomena yang hampir menyeluruh terjadi di berbagai kota tersebut bisa menjadi salah satu penjelas mengapa konversi lahan pertanian terjadi dengan sangat massif di Indonesia. Konversi lahan yang terjadi akibat Pertumbuhan kota yang tak terkendali tidak hanya mengancam keberlangsungan pertanian dan ketahanan pangan Sudhiraa, 2004 tetapi juga mempengaruhi kualitas lingkungan, baik kualitas udara dan air Desiyana, 2016 sehingga mengancam keberlanjutan manusia dan lingkungan. Beberapa Negara sudah memasang target terukur kebijakan untuk mengantisipasi ancaman tersebut. Di Jerman misalnya telah menetapkan target untuk mengurangi pengambilan lahan untuk pemukiman manusia dan infrastruktur transportasi hingga maksimum 30 ha sehari, dan Swiss telah menetapkan target membatasi konsumsi tanah untuk keperluan perumahan sebesar 400 m2 per kapita Bovet et al., 2018. Namun demikian kondisi pertanian di berbagai daerah di Indonesia mengalami tantangan seiring desentralisasi, dimana daerah memiliki kewenangan untuk melakukan penataan ruang kota. Dampak buruknya adalah terpinggirkannya kebijakan pertanian di berbagai daerah di Indonesia, hal ini dikarenakan adanya politik undervalue terhadap sektor pertanian karena kontribusi dan nilai ekonominya yang terus menurun Arifin, 2004. Implikasinya adalah lahan pertanian yang ada di Indonesia mengalami penurunan dan beralih pada lahan yang digunakan untuk sektor non pertanian. Hal ini memberikan dampak terhadap kemampuan lahan pertanian dalam mendukung kehidupan menjadi berkurang. Karena pertanian yang merupakan sektor pendukung pemenuhan kebutuhan manusia Jayadi, Christiawan, Sarmita, 2018. Lingkup kebijakan terkait alih fungsi lahan ternyata menyangkut berbagai hubungan antar wilayah, antara desa dan kota, juga antara berbagai sektor. Tidak hanya sektor pertanian saja tetapi juga sektor-sektor lain yang saling terkait. Artinya, alih fungsi lahan betul-betul memiliki dimensi yang luas sehingga perlu koordinasi dan kerjasama lintas sektor untuk menangani permasalahan alih fungsi lahan perkotaan. Tabel 3. Laporan Statistik Kondisi Pertanian Indonesia Konsumsi Beras/ tahun kg Sumber Luas Panen. Produksi dan Produktivitas Padi Menurut Provinsi 2018-2019, BPS JAKP Jurnal Administrasi dan Kebijakan Publik, Vol. V Nomor 2, Oktober 2020 147 Kebijakan yang ada di indonesia yang mengarah terhadap kondisi yang lahan pertanian di indonesia yang sebagian besar memiliki wilayah yang digunakan untuk pertanian. Berdasarkan tabel tersebut luas lahan pertanian pada tahun 2018 yang sudah berpotensial untuk panen sebesar 11 377 934,44 sedangkan tahun 2019 mengalami penurunan menjadi 10 677 887,15. Dari data tersebut dapat dikatakan bahwa luas lahan yang ada di Indonesia yang aktif dalam memproduksi hasil pertanian mengalami penurunan. Sedangkan tingkat produksi dalam hasil pertanian dalam tahun 2018 menghasilkan sebanyak 59 200 533,72 ton sedangkan dalam tahun 2019 mengalami penurunan sehingga jumlah produksi menjadi 54 604 033,34. Dalam skala konsumsi pangan yang berfokus pada beras pada tahun 2018 sebesar ton dalam satu tahun, sedangkan pada tahun 2019 mengalami kenaikan jumlah konsumsi pangan menjadi Namun dalam hal luas lahan pertanian secara keseluruhan di indonesia pada tahun 2018 mencapai ha sedangkan pada tahun 2019 mengalami kenaikan sehingga mencapai ha. Keadaan tersebut memberikan gambaran bahwa disaat luasan lahan pertanian di Indonesia mengalami kenaikan namun berbanding terbalik dengan produksi yang dihasilkan. Sehingga tercipta kesenjangan kondisi lahan yang tidak digunakan secara optimal sehingga hasil produksi pertanian pun akan menurun. Alih fungsi lahan merupakan kegiatan perubahan penggunaan tanah dari suatu kegiatan yang menjadi kegiatan lainnya. Alih fungsi lahan muncul sebagai akibat dari pembangunan dan peningkatan jumlah penduduk Lapatandau, 2017. Lahan yang ada di daerah perkotaan lahan yang masih sebagian besar adalah wilayah industri dan masih dengan persentase yang relatif kecil untuk lahan pertanian di perkotaan. Menurut Irawan 2005, konversi lahan pertanian pada dasarnya terjadi akibat adanya persaingan dalam pemanfaatan lahan antara sektor pertanian dan sektor nonpertanian. Persaingan dalam pemanfaatan lahan tersebut muncul akibat adanya fenomena ekonomi dan sosial, yaitu keterbatasan sumberdaya lahan, pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Karena di sebagian besar daerah perkotaan memiliki permasalahan dalam aspek ekonomi terutama konversi lahan yang cukup besar. Konversi lahan sebagian besar digunakan untuk pengalihan lahan industri. Perbandingan yang sangat rendah bahwa lahan pertanian dengan sektor lain. Tantangan Teknologi Pertanian di Indonesia Teknologi memiliki peran penting dalam pengembangan produktivitas pertanian, mengingat pertanian di Indonesia memiliki karakteristik yang sulit dalam perluasan lahan pertanian Fatchiya et al., 2016. Namun sangat disayangkan bahwa petani tidak menggunakan teknologi yang telah dibuat, karena teknologi sendiri tidak akan berfungsi apabila petani tidak memanfaatkan teknologi JAKP Jurnal Administrasi dan Kebijakan Publik, Vol. V Nomor 2, Oktober 2020 148 tersebut dengan baik. Alokasi penerapan teknologi Indonesia dapat dikatakan masih minim dalam progres perubahan pertanian yang lebih optimal guna mengikuti arus perkembangan era Revolusi Industri saat ini. Dilihat dari konseptualisasi pada pembahasan kebijakan pertanian, bahwa teknologi pertanian Indonesia masih menggunakan teknologi rekayasa genetic sebagai teknologi media tanam, namun apabila dibandingkan dengan negara lain jauh berbeda pada konseptualisasi penggunaan teknologi dalam perkembangan mengikuti arus Revolusi Industri. Akses terhadap teknologi pertanian menjadi hal yang sangat penting demi kelangsungan usaha tani. Informasi teknologi pertanian yang memadai dan tepat waktu yang didukung oleh informasi terkait lainnya dapat digunakan sebagai dasar dalam strategi penguasaan pasar dan perencanaan untuk pengembangan usaha tani lebih lanjut Gartina, 2015. Dalam menghadapi perkembangan revolusi industri saat ini terdapat tantangan yang menanti terlebih lagi pada penggunaan teknologi pertanian. Menurut Handaka 2013 tantangan pertanian dimasa yang akan mendatang ialah berawal dari permintaan kebutuhan pangan, pakan, serat dan energi dalam hal jumlah, kualitas, keragaman, aksesibilitas dan distribusi, yang kemudian yang menjadi tantangan dari penerapan teknologi terdapat pada penguasaan wawasan teknologi dan sumber daya alam yang semakin lama semakin sempit. Mengejar arus perkembangan era revolusi industri ini, menjadikan sebuah tuntutan secara tidak langsung bagi masyarakat Indonesia. Arus perkembangan teknologi yang semestinya sudah terjadi namun melihat kondisi alam tidak begitu mendukung. Peran kebijakan teknologi ini akan membantu dalam pemanfaatan teknologi pertanian di Indonesia yang saat ini masih dalam kondisi anakronis atau ketidaksesuaian pada ruang lingkup masyarakat. Kurangnya implementasi tersebut dipicu oleh adanya faktor lahan pertanian yang tidak memadai. Selain itu, walaupun telah banyak teknologi yang disebarkan kepada petani kecil melalui program pemerintah, pada kenyataannya banyak yang bermasalah. Teknologi yang dikenalkan dan disosialisasikan kepada petani kecil tidak dimanfaatkan secara berkelanjutan. Kontribusi teknologi pascapanen dalam meningkatkan produktivitas, kualitas produk, dan nilai tambah saat ini masih menghadapi permasalahan dalam implementasinya. Permasalahan penerapan teknologi pasca panen pada petani kecil antara lain 1 terbatasnya pengetahuan petani tentang teknologi; 2 terbatasnya aksesibilitas petani terhadap teknologi; 3 kurangnya minat petani untuk menerapkan teknologi; 4 lemahnya posisi tawar petani terhadap tengkulak; dan 5 adanya mafia panen oleh perpanjangan tangan tengkulak dalam bentuk kelompok panen Akmadi, 2016. Oleh karena itu, JAKP Jurnal Administrasi dan Kebijakan Publik, Vol. V Nomor 2, Oktober 2020 149 tantangan dari adanya teknologi sendiri terjadi karena tingkatan kesadaran masyarakat petani sendiri tentang penguasaan teknologi. PENUTUP Arah kebijakan pertanian dilihat dari keterkaitan kebijakan tentang pertanian dalam berbagai level hirarki, politik kebijakan anggaran disektor pertanian, pertanian dalam politik ruang kota, dan tantangan pemanfaatan teknologi pertanian menunjukkan kesenjangan konseptual antara tujuan kebijakan dengan praktik di lapangan. Ditemukan beberapa konten kebijakan yang berbeda dengan konsep teoritis. Tidak adanya persamaan persepsi arah kebijakan pertanian antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah mengancam keberlangsungan lahan pertanian. Rendahnya keberpihakan pemerintah terhadap perlindungan sektor pertanian dapat dilihat dari tingginya investasi di sektor industri menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan pertanian. Di level pemerintah daerah, rendahnya alokasi anggaran APBD pada sektor pertanian dan meningkatnya industrialisasi di daerah mengancam keberlangsungan dan ketersediaan lahan pertanian. Rendahnya pemanfaatan teknologi pertanian dan tidak adanya pemanfaatan informasi pertanian secara terpadu big data menyebabkan arah kebijakan pertanian di Indonesia terlihat berjalan secara sporadis. Jika hal ini terus dibiarkan, bukan tidak mungkin sektor pertanian di Indonesia tidak memiliki masa depan yang lebih baik. Menelisik kebijakan untuk pengembangan sektor pertanian diperlukan pertimbangan yang sesuai dengan kondisi permasalahan di masing-masing daerah. Wilayah satu dengan wilayah yang lain tidak memiliki permasalahan yang sama sehingga diperlukan adanya pengkajian tentang alur kebijakan agar dapat sesuai dengan peruntukannya yaitu untuk mengatasi dan memberikan solusi atas permasalahan dalam sektor pertanian. Setiap daerah agar membuat kebijakan yang tidak harus sama namun disesuaikan dengan permasalahan yang terjadi. Dapat pula agar pemerintah memberikan kebijakan pertanian untuk mengatasi permasalahan yang sedang dihadapi dengan mengadopsi kebijakan yang sesuai dengan permasalahan sektor pertanian di Indonesia. Sehingga sangat penting bagi pemerintah daerah untuk memprioritaskan dalam pembuatan kebijakan dalam rangka untuk pengembangan pertanian di Indonesia. Kebijakan yang dibuat agar lebih difokuskan untuk menjadikan pertanian berkelanjutan dengan mengikuti aspek teknologi. Selain itu perlunya pemerintah untuk melakukan sosialisasi di berbagai terhadap masyarakat khususnya petani bahwa pentingnya untuk mengikuti segala pemanfaatan dan upaya pengolahan dengan menggunakan metode yang sudah mengarah pada pertanian berkelanjutan dengan memanfaatkan teknologi. JAKP Jurnal Administrasi dan Kebijakan Publik, Vol. V Nomor 2, Oktober 2020 150 Dalam lingkup pemerintah pun harus adanya koordinasi terhadap pembuatan kebijakan agar difokuskan untuk diarahkan dan difokuskan untuk aspek tertentu sehingga akan menghasilkan kebijakan yang jelas. UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terima kasih disampaikan penulis kepada seluruh pihak yang telah berperan dalam penelitian kebijakan pertanian ini, sehingga penelitian dapat terlaksana dengan baik dan dapat dituangkan dalam bentuk tulisan. Dalam pembuatan naskah jurnal penulis juga mengucapkan terimakasih atas dukungan dari pihak Universitas Muhammadiyah Malang yang telah diberikan dalam bentuk dukungan finansial melalui dana hibah yang ditetapkan. Dari dukungan seluruh pihak tersebut dapat menghasilkan naskah yang dapat dijadikan sebagai referensi oleh seluruh pihak. Tanpa adanya dukungan dari pihak-pihak tersebut maka pelaksanaan pembuatan naskah penelitian tidak akan berjalan dengan lancar. DAFTAR PUSTAKA Altieri M 2004. Agroecologia a Dinâmica Produtiva da Agricultura Sustentável. 4. ed. UFRGS Rio Grande do Sul. 110 p. Arifin, B. 2004. Analisis Ekonomi Pertanian Indonesia. Jakarta Kompas. Ashari, A. 2016. Optimalisasi Kebijakan Kredit Program Sektor Pertanian di Indonesia. Analisis Kebijakan Pertanian, 71, 21-42. Birthal, P. S., Hazrana, J., & Negi, D. S. 2020. Diversification in Indian Agriculture towards High Value Crops Multilevel Determinants and Policy Implications. Land Use Policy, 91, 1-10. Bovet, J., Reese, M., & Köck, W. 2018. Taming Expansive Land use Dynamics–Sustainable Land Use Regulation and Urban Sprawl in A Comparative Perspective. Land Use Policy, 77, 837-845. Chadijah, Wardhani, Imron. 2020. Kebijakan Reforma Agraria Terhadap Lahan Pertanian di Kabupaten Tulungagung. Jurnal Cendika Hukum, 201, 91-103. Chavas, J. P., & Nauges, C. 2020. Uncertainty, Learning, and Technology Adoption in Agriculture. Applied Economic Perspectives and Policy, 00, 1-12. Clune, T. 2020. Conceptualising Policy for Sustainable Agriculture Development. Australian Journal of Public Administration, 1-17. JAKP Jurnal Administrasi dan Kebijakan Publik, Vol. V Nomor 2, Oktober 2020 151 Colsaet, A., Laurans, Y., & Levrel, H. 2018. What Drives Land Take and Urban Land Expansion? A Systematic Review. Land Use Policy, 79, 339-349. Dabukke, Frans Iqbal. 2016. Kebijakan Pembangunan Pertanian Thailand, India, dan Jepang Serta Implikasinya Bagi Indonesia. Analisis Kebijakan Pertanian, 122 87-101. Desiyana, I. 2016. Urban Sprawl dan Dampaknya pada Kualitas Lingkungan. Ultimart Jurnal Komunikasi Visual, 92, 16-24. Elizabeth, R. 2016. Pemberdayaan Wanita Mendukung Strategi Gender Mainstreaming dalam Kebijakan Pembangunan Pertanian di Perdesaan. Forum Penelitian Agro Ekonomi, 25 2, 126-135. Fattah, Nur & Purnomo, Priyo. 2018. Analisis Kebijakan Alih Fungsi Lahan Pertanian Ke Non – Pertanian di Kabupaten Klaten Tahun 2013-2016 Studi Kasus Kecamatan Ceper Kabupaten Klaten. JISPO Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 101, 113-140. Fatchiya, Anna, Amanah, Kusumastuti. 2016. Penerapan Inovasi Teknologi Pertanian dan Hubungannya dengan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani. Jurnal Penyuluhan 122 1-12. Gartina, Dhani. 2015. Diseminasi Inovasi Teknologi Pertanian Melalui Portal Web Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jurnal Informatika Pertanian, 241, 121–32. Gravey, V. 2019. Finally Free to Green Agriculture Policy? UK post‐Brexit Policy Developments in the Shadow of the CAP and Devolution. Euro Choices, 182, 11-16. Handaka, NFN, Prabowo. 2016. Kebijakan Antisipatif Pengembangan Mekanisasi Kebijakan Pertanian 111, 27-44. Harini, Ariani, Supriyati & Satriagasa. 2019. Analisis Luas Lahan Pertanian Terhadap Produksi Padi di Kalimantan Utara. Kawistana, 91, 15-27. Iqbal, Muhammad, Muslim, Saputra,. 2016. Analisis Konsistensi Substansi dan Implementasi Serta Dampak Peraturan Perundang-Undangan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan di Provinsi Jawa Barat. Jurnal Pertanahan 61, 21–60. Irawan, Bambang. 2005. Konversi Lahan Sawah Potensi Dampak, Pola Pemanfaatannya, Dan Faktor Determinan. Forum Penelitian Agro Ekonomi FAE , 231, 1-8. JAKP Jurnal Administrasi dan Kebijakan Publik, Vol. V Nomor 2, Oktober 2020 152 Jabuddin, Padangaran, Bafadal & Budiyanto. 2019. Dinamika Kebijakan Fiskal dan Kinerja Sektor Pertanian pada Kabupaten/Kota di Sulawesi Tenggara. Jurnal Sosio Agribisnis, 41, 1-11. Janah, R. A., Trisetyo Eddy, B., & Dalmiyatun, T. 2017. Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Dampaknya Terhadap Kehidupan Penduduk di Kecamatan Sayung Kabupaten Demak. JurnalAgrisocionomics, 11,1-10 Jayadi, Christiawan, Sarmita. 2018. Dampak Pertumbuhan Penduduk Terhadap Daya Dukung Lahan Pertanian di Desa Sambangan. e-journal Universitas Pendidikan Ganesha, 8. Khusna, K., Kurniati, R. F., & Muhaimin, M. 2019. Pengembangan Model Pemberdayaan Petani Padi melalui Program Hulu Hilir Agromaritim Bidang Pertanian. Matra Pembaruan Jurnal Inovasi Kebijakan, 32, 89-98. Lapatandau, Rumagit, Pakasi. 2017. Alih Fungsi Lahan Pertanian di Kabupaten Minahasa Utara. Jurnal Ilmiah Sosial Ekonomi Pertanian, 132A, 1-8. Li, X., Wang, D., & Li, M. 2020. Convenience analysis of sustainable E-agriculture based on blockchain technology. Journal of Cleaner Production, 271,. Luke, Sarah H. et al. 2019. Riparian Buffers in Tropical Agriculture Scientific Support, Effectiveness and Directions for Policy. Journal of Applied Ecology 561, 85–92. Malyni, Heni. 2016. Persepsi Petani Terhadap Kinerja Penyuluh Pertanian Lapangan PPL dan Pengaruhnya Terhadap Pendapatan Usaha tani Padi di Desa Telang Sari Kecamatan Tanjung Lago. Thesis Univeritas Sriwijaya Palembang. Mayrowani, H. 2012. Pembangunan Pertanian pada Era Otonomi Daerah Kebijakan dan Implementasi. Forum penelitian Agro Ekonomi FAE, 301, 31-47 Miles, Huberman, & Saldana, J. 2014 Qualitative Data Analysis A Methods Sourcebook. LondonSage Publications.. Nurrokhman, A. 2019. Urban Sprawl di Indonesia dan Kegagalan Implementasi Kebijakan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Pakpahan, A. 2018. Pergeseran dalam Indeks Kelaparan Global Global Hunger Index 2000-2017 Implikasi terhadap Kebijakan Pertanian, Pangan, dan Kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia. Forum Penelitian Agro Ekonomi, 352, 75-90. Pearson, S., C. Gotsh and S. Bahri. 2004. Application of Policy Analysis Matrix in Indonesian Agriculture. Jakarta Yayasan Obor. JAKP Jurnal Administrasi dan Kebijakan Publik, Vol. V Nomor 2, Oktober 2020 153 Priyadarshini, P., & Abhilash, P. C. 2020. Policy Recommendations For Enabling Transition Towards Sustainable Agriculture in India. Land Use Policy, 96, 1-12. Quiroga, S., Suárez, C., Fernández-Haddad, Z., & Philippidis, G. 2017. Levelling the Playing Field for European Union agriculture Does the Common Agricultural Policy Impact Homogeneously on Farm Productivity and Efficiency?. Land Use Policy, 68, 179-188. Ragasa, C., Babu and J. Ulimwengu. 2011. Institutional and Capacity Challenges in Agricultural Policy Process. Melbourne IFPRI. Rose, D. C., Sutherland, W. J., Barnes, A. P., Borthwick, F., Ffoulkes, C., Hall, C., ... & Dicks, L. V. 2019. Integrated Farm Management for Sustainable Agriculture Lessons for Knowledge Exchange and Policy. Land Use Policy, 81, 834-842. Rusdiana, S., & Maesya, A. 2018. Pertumbuhan Ekonomi dan Kebutuhan Pangan di Indonesia. Jurnal Sosial Ekonomi Dan Kebijakan Pertanian, 72, 176–187. Sampeliling, Sostenis, Santun Sitorus, Siti Nurisyah, and Bambang Pramudya. 2016. Kebijakan Pengembangan Pertanian Kota Berkelanjutan Studi Kasus di DKI Jakarta. Analisis Kebijakan Pertanian 103, 257-267. Saragih, Juli. 2016. Tantangan Kebijakan Pengembangan Sektor Pertanian di Masa Datang. Kajian, 212, 105-123. Senjaya, Ihsan. 2017. Kebijakan Publik Perlindungan Lahan Pertanian Di Kabupaten Batang Analisis Teori David Easton. Jurnal Hukum Khaira Ummah, 124, 825-832. Septiadi, Dedi & Nursan, Muhammad. 2020. Pengentasan Kemiskinan Indonesia Analisisi Dikator Makroekonomi dan Kebijakan Pertanian. Jurnal Hexagro, 41, 1-14 Snoodgrass, Milton & Wallace. 1975. Agriculture, Economics, and Resource Management. New Delhi Practice Hall. Sudhira, H. S., Ramachandra, T. V., & Jagadish, K. S. 2004. Urban Sprawl Metrics, Dynamics and Modelling Using GIS. International Journal of Applied Earth Observation and Geoinformation, 51, 29-39. Supriadi, H. 2016. Strategi Kebijakan Pembangunan Pertanian di Papua Barat. Analisis Kebijakan Pertanian, 64, 352 - 377. JAKP Jurnal Administrasi dan Kebijakan Publik, Vol. V Nomor 2, Oktober 2020 154 Susilowati, Hery. 2016. Fenomena Penuaan Petani dan Berkurangnya Tenaga Kerja Muda Serta Implikasinya Bagi Kebijakan Pembangunan Pertania. Forum Penelitian Agroekonomi. 341, 35–55. Swastika, D. K., & Hardinsyah, H. 2016. Kebijakan Produksi dan Peredaran Produk Pertanian Hasil Rekayasa Genetika PRG di Indonesia. Analisis Kebijakan Pertanian, 62, 103-113. Utami, Ayu & Anwar. 2019. Dampak Konversi Lahan Pertanian Terhadap Pola Produksi dan Pola Konsumsi Rumahtangga Petani di Kota Mataram. Jurnal Budidaya Pertanian CROP AGRO, 201, 10-18. Van Tongeren, F. 2008. Agricultural Policy Design and Implementation A Synthesis. OECD Food, Agriculture and Fisheries Working Paper No. 7. OECD Publishing. Paris. Ville, Hickey & Phillip. 2017. Institutional Analysis of Food and Agriculture Policy in the Caribbean The Case of Saint Lucia. Journal of Rural Studies, 51, 198-2010. Yudharta, Putu. 2017. Alternatif Kebijakan Pertanian dalam Menghadapi Otonomi Desa di Kabupaten Tabanan. Matra Pembaruan Jurnal Inovasi Kebijakan, 12, 65-74. Zeid, Mestika. 2004. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta Yayasan Obor Indonesia Zulkifli, Rusli & Daniel. 2017. Studi Kebijakan Pembangunan Pertanian Dalam Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Unggulan Beras Adan dan Binamud di Desa Binuang Kecamatan Krayan Tengah Kabupaten Nunukan. FisiPublik Jurnal Ilmu Sosial dan Politik, 22. Website ... Sementara kesejahteraan petani yang lebih memilih menjual lahan untuk memenuhi kebutuhan. Anggaran pembangunan pertanian yang rendah, strategi produksi spasial yang mengorbankan lahan pertanian, pemanfaatan teknologi yang rendah, dan diversifikasi penggunaan teknologi pertanian menunjukkan bahwa kondisi pertanian di Indonesia sangat memprihatinkan Ikhsani et al., 2020. Menurut data BPS 2020, penyerapan tenaga kerja di industri pertanian tumbuh positif, dengan sebaran penduduk yang bekerja mencapai 29,96 persen atau sekitar 1,86 juta orang setiap tahun ...Yofiendi Indah Indainanto Faiz Albar NasutionIndra FauzanMaulana Andinata DalimunthePermasalahan sektor pertanian di Indonesia memiliki berbagai persoalan. Mulai dari persoalan kesejahteraan petani, dan konflik agraria yang berlangsung lama. Akibatnya kedaulatan pangan menjadi terancam. Momentum hari pertanian menjadi salah satu kesempatan melihat permasalahan sektor pertanian. Penelitian ini bertujuan untuk memahami pola distribusi dan menemukan pemain kunci dalam distribusi percakapan hari tani di media sosial. Metode menggunakan Social Network Analysis SNA. Hasil menunjukkan jaringan yang terbentuk memiliki keterikatan antar aktor yang kuat. Isu pertanian menarik perhatian aktor untuk terlibat dalam percakapan, sehingga memunculkan aktor dominan. Interaksi yang terjadi tidak berlangsung lama, dan terdapat penurunan interaksi dihari. Wacana yang berkembang di hari pertanian tentang kesejahteraan petani, pupuk dan kedaulatan agraria. Wacana ini yang mengerakkan berbagai aktor untuk terlibat dalam interaksi... In the agricultural sector, the development of agricultural is a synergistic condition from the development of the industrial revolution where agriculture is in precision with several introductions of technology such as sensors, microprocessors, high bandwidth cellular-based communication systems, information technology, and cloud-based computerized, and big data Harper, 2017;da Silveira, et al., 2021;Haggag, 2021;Ikhsani, et al., 2020;Kashapov, et al., 2019. This era started in the 2010s although its implementation is not concurrent in some parts of the world. ...Mirajiani MirajianiIndustrial revolution towards society in the agricultural sector creates complex challenges that demand preparedness of farmer human resources that possess certain rationalities compatible to current development and skill preparedness with various cultural adaptation efforts. The study aims to explore the farmers’ rationality and skill preparedness to answer the challenges of industrial revolution towards society The research was conducted in Serang City. The research results indicate that the application of agriculture is still in the preparation stage. Socio-economic-cultural changes foster agripreneurship system amongst farmers and become an initial capital to answer challenges of the agricultural Commercialization and modernization of agriculture brought by social changes and development have shifted the farmers’ rationality map from value rationality to means-end rationality following several development stages passed. Farmers’ creativity is still limited due to the lack of competitiveness and knowledge capacity with productivity-improvement orientation, but not yet efficiency-based. The farmers are relatively adaptive and flexible with the existing changes.... Kegiatan pembangunan masyarakat desa seunggunghnya telah mengimplementasi program diversifikasi usaha ekonomi kearah kegiatan non pertanian non-farm activities Bappeda Buleleng, 2017, baik berupa industri mengolah produk pertanian ataupun jasa seperti pembangunan Desa Sangkanjoyo. Upaya untuk meningkatkan sektor pertanian maupun diversifikasi usaha ekonomi ke arah sektor industri pengolahan produk pertanian dan jasa sangatlah membutuhkan sarana pendukung antara lain teknologi informasi dan komunikasi berupa pengembangan jaringan internet untuk berbagai aktivitas Ikhsani et al., 2020 Konektivitas internet yang stabil masih menjadi tantangan utama bagi masyarakat desa Sangkanjoyo saat ini. Sementara, dalam kinerja usaha pertanian yang alamiahnya melibatkan lahan dan ruang gerak luas serta banyaknya pihak tenaga kerja, konektivitas justru memiliki peran terpenting. ...Sri RahayuDesy Anggraeni Rocky Prasetyo JatiSangkanjoyo Village has carried out a diversification program for economic business for non-agricultural businesses, such as the development of the Sangkanjoyo Tourism Village. Efforts to expand the agricultural sector and diversify the economy towards the tourism industry are in dire need of supporting infrastructure, including information and communication technology. Internet is one of the most popular technologies in Sangkanjoyo Village. However, unstable internet connectivity is still a significant obstacle for Sangkanjoyo village. Therefore, it is necessary to procure and optimize the procurement of internet networks. The purpose of this community service program is assistance to the Sangkanjoyo village community, which is focused on optimizing internet network activities, namely the provision of internet networks and devices. This community service program increased community activity in supporting the tourism village growth program through internet Z AbidinD PrasetyaniSDGs number 5 is a goal for women to increase their participation in the country’s economic development. There are many sectors where women can develop and have an impact on a country’s development. Among the many existing development sectors, agriculture is one of the sectors with the most contribution to Indonesia’s GDP. It is from the fact that Indonesia is a country that is rich in natural resources. However, there are still many Indonesian farmers, especially women, who live in poverty. Therefore, empowerment is an alternative to improve their standard of living. This study will examine the empowerment model among women farmers, at least in the agricultural sector in the area where they live. The research method used is a literature study. The results will show the pattern of empowerment formed among groups of women farmers in several regions in Indonesia. This pattern will explain how empowerment developed so that the participation of women farmers in economic development can increase in the RusdianaAries Maesyaspan style="font-size line-height 115%; font-family 'Arial','sans-serif'; mso-fareast-font-family Calibri; mso-ansi-language AF; mso-fareast-language EN-US; mso-bidi-language AR-SA;" lang="AF">Pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap kebutuhan pangan, sesuai dengan pertambahan jumah penduduk. Kebutuhan pangan di Indonesia hampir dapat dipenuhi semua, dari potensi domestik, kecuali untuk komoditas pangan asal daging impor dan kedelai yang masih mengalami defisit, sedangkan untuk beras, jagung, kacang maupun ubi, telor, daging ayam, dan susu mengalami surplus yang tinggi. T ujuan tulisan ini untuk mengetahui petumbuhan ekonomi dan kebutuhan pangan di Indonesia, sehingga dapat diatasi dengan penyediaan pangan asal pertanian dan petern a kan sesuai kebutuhan. Pemerintah dapat mempertahankan dan berupaya terus memacu pembangunan ketahanan pangan, melalui program yang benar-benar mampu memperkokoh untuk ketahanan pangan, sekaligus dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan pembangunan nasional dalam rangka mewujudkan kedaulatan pangan yang diarahkan pada peningkatan produksi pangan asal daging sapi dan tanamanm pangan beras. Tingkat pendapatan rumah tangga dapat mencerminkan menjadi salah satu ukuran kemampuan dalam mengakses konsumsi pangan yang dibutuhkan beserta keragamannya. Pertumbuhan komoditi pangan yang paling tinggi setiap tahun adalah komoditi beras, sedangkan kontribusi daging sapi dalam memenuhi kebutuhan protein hewani menduduki urutan yang kedua setelah daging unggas. Dalam pencapaian swasembada pangan perlu difokuskan pada terwujudnya ketahanan pangan dan pengembangan teknologi pangan, diharapkan mampu memfasilitasi program pasca panen dan pengolahan hasil pertanian, secara efektif, serta mendukung kebijakan pemerintah, lebih memperhatikan masalah ketahanan pangan yang ada di Indonesia. PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KEBUTUHAN PANGAN DI INDONESIA bagaimana pemanfaatan kulit dibidang pangan dan dalam bidang industri